Senin, 14 November 2011

UNTUNG DAN MALAIKAT



   Suatu kali Untung yang merasa hidupnya belum beruntung, berencana menghadap Tuhan.  Tapi dalam perjalanannya, langkahnya dihadang oleh Malaikat.
   “He Untung, kau mau kemana?” sergah Malaikat.
   “Aku hendak menghadap Tuhan,” jawab Untung ringan.
   “Untuk apa?”
   “Tuhan adalah maha pemurah dan pemberi. Tentu saja aku ingin meminta sesuatu kepada-Nya.”
   Malaikat tersenyum mendengar perkataan polos Untung. Lalu katanya, “ Untuk menghadap Tuhan, apakah engkau telah mempersiapkan segala sesuatunya?”
   Untung terdiam.
   “Coba pikir,” lanjut Malaikat, “Untuk menghadap Pak Lurah saja, engkau harus begini-begitu.  Untuk menghadap seorang menteri, engkaupun tidak boleh sembarangan.  Untuk menghadap presiden pun, engkau harus menata diri dan mengikuti protokol yang sudah dibuat. Dan…, kalau sekarang, engkau ingin menghadap Tuhan yang notabenenya adalah sang maha pencipta dan sang maha penguasa atas segala kekuasaan…, apakah engkau  merasa dirimu sudah pantas?”
   Untung masih terdiam. Tapi karena ingat akan keinginannya yang kuat, ia pun berkata, “Aku tetap berpedoman pada sifat Tuhan yang maha pemurah dan pemberi.  Aku hanya akan meminta sesuatu yang sebenarnya amat gampang bagi Tuhan untuk mengabulkannya.”
   “Iya aku tahu,” sahut Malaikat, “Cuma, apakah dirimu pantas untuk menghadap Tuhan dan meminta sesuatu?”
   “Pantas atau tidak, biarlah Tuhan sendiri yang menilai.”
   Malaikat geleng-geleng kepala meliat kenekatan Untung. Hingga sampai beberapa lama mereka terlibat dalam  perdebatan sengit.
   “Sudah begini saja, “putus Untung akhirnya, “Anggap saja aku memang tidak pantas menghadap langsung kepada Tuhan, maka aku minta tolong kepadamu.”
   “Pertolongan apa itu?” Malaikat jadi penuh tanya.
   “Tolong sampaikan permintaanku kepada Tuhan.”
   “Apa yang kamu minta?”
   “Aku ingin kaya-raya. Kalau bisa selevel dengan Sultan Brunei, Bill Gates, Raja Fath, atau siapalah. Yang penting, aku bisa masuk daftar orang kaya di jagat ini.”
   “Oke,” kali ini Malaikat tidak mendebat lagi. Diapun langsung pergi menghadap Tuhan untuk menyampaikan permintaan Untung itu.
   Tak  lama kemudian, Malaikat kembali dan langsung berkata, “Kabar gembira untukmu, Tung. Tuhan berkenan mengabulkan permintaanmu.”
   Berbinar mata Untung seketika.
   “Tapi ada syaratnya.”
   “Heh, apa itu?”
   “Gampang aja kok. Kalu kau mau, kau pasti bisa melakukannya.”
   “Ya, ya apa itu?”
   “Beramallah yang banyak. Bahkan kalau perlu, sebagian besar penghasilanmu saat ini tujukan untuk beramal.”
   Binar di mata Untung lenyap seketika. “Masa’ iya Tuhan memberi syarat seperti itu?” gerutunya.
   “Ya memang seperti itu. Kenapa? Engkau keberatan?”
   Untung beripikir-pikir sejenak, lalu katanya, “sudah gini aja, Om Malaikat…”
   “Apa, Tung?”
   “Permintaanku kuturunkan saja. Aku gak perlu jadi orang kaya tingkat dunia. Tak apalah jika aku nanti jadi orang kaya selevel dengan Aburizal bakrie, Jusuf Kalla, atau yang lainnya….”
   “Oke… oke…. Aku sampaikan permintaanmu ini kepada Tuhan. Tunggu sebentar ya….”
   Malaikat pun pergi lagi menghadap Tuhan. Tapi tak sampai 5 menit, dia sudah kembali.
   “Kabar gembira, Tung.”
   “Oya, Om malaikat? Tuhan berkenan mengabulkan permintaanku?”
   “Benar. Tuhan akan segera mengabulkan, tapi dengan syarat juga….”
   “Apa itu?”
   “Beramallah yang banyak. Bahkan kalau perlu, sebagian besar penghasilanmu saat ini tujukan untuk beramal.”
   “Wah ngaco kau ini, Om Malaikat!” sahut Untung agak emosi, “Aku sudah menurunkan permintaanku, tapi kenapa syaratnya sama saja?!”
   “Aku hanya sekadar menyampaikan.”
   Untung berpikir-pikir lagi. Jangan-jangan ia dibohongi Malaikat. Dan akhirnya, untuk membuktikan itu, ia berkata, “Sekarang gini saja. Aku tidak ingin kaya selevel Aburizal bakrie atau Jusuf Kalla. Yang penting aku jadi kaya dan tidak kekurangan suatu apa.”
   “Oke… oke….”
   Sang malaikat pun kembali menghadap Tuhan. Kali ini juga tak makan waktu lama.
   “Kabar gembira untukmu, Tung.”
   “Tuhan berkenan mengabulkan permintaanku tanpa syarat?”
   Malaikat menggelengkan kepalanya. “Tetap dengan syarat.”
   “Pasti tidak berat?”
   “Sama saja.  Beramallah yang banyak. Bahkan kalau perlu, sebagian besar penghasilanmu saat ini tujukan untuk beramal.”
   “Edan!” hardik Untung marah. “Aku sudah merasa kalau sebenarnya kamu membohongiku, Om Malaikat!’
   “Kamu tidak percaya kepadaku, Tung?”
   “Tidak!”
   “Kalau begitu…, SELAMAT…, engkau telah memilih untuk jadi orang miskin selamanya.”
   Untung terdiam tanpa bisa berkata apapun lagi.

   By: Susilo Pranowo


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SILAKAN BERKOMENTAR SESUKA HATI. NAMUN APAPUN ITU ADALAH CERMINAN DIRI ANDA.