Seorang ibu muda, Karen namanya, sedang mengandung bayinya yang kedua. Sebagaimana layaknya para ibu, Karen membantu Michael, anaknya yang pertama yang baru berusia 3 tahun, untuk menerima kehadiran adiknya. Michael senang sekali. Kerap kali ia menempelkan telinganya di perut ibunya. Dan karena Michael suka bernyanyi, ia pun sering menyanyi bagi adiknya yang masih di perut ibunya itu.
Tiba saatnya bagi Karen untuk melahirkan. Tapi sungguh di luar dugaan, terjadi komplikasi serius. Baru setelah perjuangan berjam-jam adik Michael dilahirkan. Seorang bayi putri yang cantik, sayang kondisinya begitu buruk sehingga dokter yang merawat dengan sedih berterus terang kepada Karen, “Bersiaplah jika sesuatu yang tidak kita inginkan terjadi.” Karen dan suaminya berusaha menerima keadaan dengan sabar dan hanya bisa pasrah kepada yang Kuasa. Mereka bahkan sudah menyiapkan acara penguburan buat putrinya bila sewaktu-waktu dipanggil Tuhan.
Lain halnya dengan Michael. Sejak adiknya dirawat di ICU ia merengek terus! “Mami… aku mau nyanyi buat adik kecil!” Ibunya kurang tanggap. “Mami… aku pengen nyanyi!!” Karen terlalu larut dalam kesedihan dan kekuatirannya. “Mami…. aku kepengen nyanyi!!!” Itu berulang kali diminta Michael bahkan sambil meraung menangis. Karen tetap menganggap rengekan Michael sebagai rengekan anak kecil. Lagi pula ICU adalah daerah terlarang bagi anak-anak. Baru ketika harapan menipis, sang ibu mau mendengarkan Michael. “Baik, setidaknya biar Michael melihat adiknya untuk yang terakhir kalinya. Mumpung adiknya masih hidup!” batinnya.
Ia dicegat oleh suster di depan pintu kamar ICU. “Anak kecil dilarang masuk!” Karen ragu-ragu. “Tapi, suster….” suster tak mau tahu. “Ini peraturan! Anak kecil dilarang dibawa masuk!”
Karen menatap tajam suster itu, lalu berkata, “Suster, sebelum diizinkan bernyanyi buat adiknya, Michael tidak akan kubawa pergi! Mungkin ini yang terakhir kalinya bagi Michael melihat adiknya!” Suster terdiam menatap Michael dan berkata, “Tapi tidak boleh lebih dari lima menit!”
Demikianlah, kemudian Michael dibungkus dengan pakaian khusus lalu dibawa masuk ke ruang ICU. Ia didekatkan pada adiknya yang sedang tergolek dalam sakratul maut. Michael menatap lekat adiknya… Lalu dari mulutnya yang kecil mungil keluarlah suara nyanyian yang nyaring “You are my sunshine, my only sunshine, you make me happy when skies are grey….”
Ajaib! Si Adik langsung memberi respon. Seolah ia sadar akan sapaan sayang dari kakaknya. “You never know, dear, How much I love you. Please don’t take my sunshine away.”
Denyut nadinya menjadi lebih teratur. Karen dengan haru melihat dan menatapnya dengan tajam dan, “Terus…. terus Michael! Teruskan sayang…,” bisik ibunya sambil menangis.
“The other night, dear, as I laid sleeping, I dreamt, I held you in my…” Dan, Sang adikpun meregang, seolah menghela napas panjang. Pernapasannya lalu menjadi teratur…” I’ll always love you and make you happy, if you will only stay the same…” Sang adik kelihatan begitu tenang, sangat tenang.
“Lagi sayang…” bujuk ibunya sambil mencucurkan air matanya. Michael terus bernyanyi dan…. adiknya kelihatan semakin tenang, rileks dan damai… lalu tertidur lelap.

Hari berikutnya, satu hari kemudian, si adik bayi sudah diperbolehkan pulang. Para tenaga medis tak habis pikir atas kejadian yang menimpa pasien yang satu ini. Mereka hanya bisa menyebutnya sebagai sebuah terapi ajaib, dan Karen juga suaminya melihatnya sebagai mujizat Kasih Ilahi yang luar biasa, sungguh amat luar biasa!
Bagi sang adik, kehadiran Michael berarti soal hidup dan mati. Benar bahwa memang Kasih Ilahi yang menolongnya. Dan ingat Kasih Ilahi pun membutuhkan mulut kecil si Michael untuk mengatakan “How much I love you”.
Dan ternyata Kasih Ilahi membutuhkan pula hati polos seorang anak kecil “Michael” untuk memberi kehidupan. Itulah kehendak Tuhan, tidak ada yang mustahil bagi-NYA bila IA menghendaki terjadi. (SM)
Sumber: salamsuper.com
Anda percaya dengan cerita di atas? Masih terkesan klise, mengada-ada, atau terlalu berlebihan? Tapi Anda (tentu) percaya bila Allah berkehendak, apapun bisa terjadi, bukan?
Anda pernah mengalami suatu peristiwa yang sebenarnya tidak masuk akal? Atau mungkin Anda pernah selamat dari suatu kecelakaan hebat? Atau mungkin lagi, Anda tidak jadi mendapat musibah karena merasa ada "sesuatu" yang mengingatkan Anda untuk tidak melakukan sesuatu yang sebenarnya akan Anda lakukan?
Apakah itu hanya karena kebetulan? Atau sedang mendapat keberuntungan?
Tahukah Anda bahwa sebenarnya di dunia ini tidak ada yang namanya kebetulan. Keberuntungan yang Anda dapat sebenarnya adalah "buah" dari pohon yang pernah Anda "tanam". Kebaikan Anda di masa lalu pasti berbuah kebaikan bagi diri Anda di masa datang. Pertolongan Anda di masa lalu pada orang lain, pasti berbuah pertolongan untuk Anda di masa datang.
Pada hakikatnya, kebaikan manusia adalah untuk kebaikannya sendiri. Jika ada manusia berbuat jahat, maka sebenarnya dia sedang mendzolimi dirinya sendiri.
Sukses!
By: Susilo Pranowo