Selasa, 19 Februari 2019

KERASNYA KEPALA DAN BEKUNYA HATI HANYA AKAN BERUJUNG KEHANCURAN




Ribuan Bala tentara bergerak maju bagaikan ombak samudra saling menerjang silih berganti. Gemerincing suara pedang dan kelewang bersulingnya anak panah ditingkah jerit lengking anak manusia, seakan ilustrasi musik kematian yang mengerikan. Itulah perang besar Baratayudha antara Pandawa dan Kurawa.

Gelanggang perang Kurusetra yang terhampar luas bagaikan sebuah pentas permainan drama perebutan nyawa. Panggung maut itu tampak menyeramkan dikelilingi hutan tempat setan dan iblis bercokol turut berpesta menonton kisah drama kematian. Mereka tertawa riang, mereka merasa senang melihat darah berceceran daging berkeping-keping pertanda hancurnya peradaban manusia nyawa tidak berharga.

Demikian perang Barata telah dimulai akibat Duryudana menolak perdamaian. Tongkat panglima di pihak Kurawa berada di tangan si jago tua Arya Bisma yang terkenal gagak sakti tiada tanding. Selain Bisma juga Dorna mantan guru Pandawa ahli menggunakan senjata dan pakar strategi perang, ditopang aji Chandra Birawanya Salya yang ganas mematikan. Sementara di pihak Pandawa hanya memiliki seorang Kresna itu pun tak boleh terlibat langsung secara fisik dalam perang, kecuali memberi petunjuk di saat Pandawa mengalami kesulitan.

Demikianlah selama sembilan hari komando Kurawa di tangan Bisma, serangan Pandawa praktis menjadi lumpuh. Tidak sedikit prajurit yang mati perwira yang perlaya menghadapi amukan Bisma. Siasat gunung segara sulit ditebus. Masuknya Arjuna dalam peperangan kekuatan agak seimbang, meskipun untuk memperoleh kemajuan tetap seru.

Melihat perkembangan yang memprihatinkan, Pandawa mengadakan pertemuan membahas bagaimana mengatasi situasi. Mereka bertanya kepada nasehat agung Kresna. "Selama komando pihak Kurawa masih di tangan Bisma, Pandawa tidak akan memperoleh kemajuan apalagi untuk keluar sebagai pemenang. Bisma tak dapat dikalahkan oleh prajurit laki-laki betapapun saktinya," ujar Kresna.

"Kalau Bisma tak dapat dikalahkan oleh laki-laki, apa harus sama perempuan?" seloroh Bima seenaknya saking keselnya. "Kau benar, Dik. Di tangan prajuit wanitalah rahasia kelemahannya," Kresna membenarkan pendapat Bima. Siapa lagi prajurit wanita kalau bukan Srikandi istri Arjuna. Demikianlah kesokan harinya dengan didampingi Arjuna, Srikandi menuju medan laga Kurusetra mengendarai kereta perangnya.

Terkejut Bisma melihat Srikandi menuju ke arahnya. Sementara di angkasa sukma Dewi Amba yang pernah disakiti hatinya oleh Bisma telah siap meraga sukma ke tubuh Srikandi, Bisma sadar bahwa lembaran hidupnya akan segera berakhir. Ia berguman: "Amba aku takkan lari dari sumpahmu. Tapi aku sebagai prajurit takkan membiarkan kemenanganmu akan mudah diraih," tegasnya.

Akhirnya dalam perang itu Bisma roboh setelah sebuah panah Srikandi menancap didadanya yang kemudian disusul panah Arjuna mendorong panah Srikandi bagaikan sebuah paku yang dipalu panah itu tembus ke punggung sang Gangga putra. Tapi karena badannya penuh dengan panah, maka tubuhnya tidak sampai menyentuh tanah. Ia seolah-olah berkasurkan panah, sedang kepalanya terkulai.

Seketika perang dihentikan guna menghormat seorang pahlawan agung yang banyak jasanya pada keturunan Barata. Hari itu Pandawa dan Kurawa tampak akrab saling bertanya, sejenak mereka melupakan perang.

Bisma tersenyum puas karena telah memenuhi darma baktinya. Karena kepalanya terkulai ia minta diganjal. Segera Duryudana memerintahkan mengambil bantal empuk bersarungkan kain sutra. Tapi Bisma menolak katanya: "Maaf, bantal ini terlalu bagus. Aku ingin bantal yang pantas buat seorang prajurit." Bisma melirik pada Arjuna. Arjuna mengerti apa yang diminta. Dengan mata berkaca -kaca Arjuna melepas tiga anak panah ketanah dan kepala Bisma direbahkan tersangga oleh anak panah itu seraya berkata: "Nah, beginilah pantasnya bantal seorang prajurit di medan laga. Jangan aku dipindah dari sini," pintanya. "Oh, aku haus, tolong berikan air," Tanpa pikir lagi Duryudana segera memerintahkan mengambil arak dan anggur. Pemberian itu kembali ditolak dan Bisma melirik Arjuna, dilepaskanlah anak panah ke tanah dibagian sisi kanan Bisma dan keluarlah air jernih memancar dari tanah dan jatuh persis di mulutnya dan dengan nikmatnya ia minum air itu.

Sesaat kemudian Bisma berkata kepada Duryudana: "Wahai cucuku Duryudana, kepandaian Arjuna menandingi Dewa. Dalam segala hal ia tampak lebih menonjol. Karena itu dia bukan tandinganmu. Lebih baik berdamai, berikanlah sebelah negeri ini kepada Pandawa dan hiduplahj rukun bersamanya," wejangnya.

"Tidak eyang, perang tak akan berhenti dan sejengkal tanah pun takkan kuserahkan. Aku yakin kemenangan akan berada di pihak kami," sergahnya tegas. Begitulah keesokan harinya perang pun dimulai lagi. Darah kembali ditumpahkan. Ribuan nyawa melayang... demi mengikuti kerasnya kepala dan bekunya hati sang junjungan.
   Untung tak dapat diraih. Malang tak dapat ditolak. Kurawa hancur-lebur..., luluh-lantak..., sebagai tumbal kehacuran atas sikap jumawa yg  adigang-adigung-adiguna.
   Pandawa memperoleh kemenangan... tanpa sorak-sorai. Kemenangan dalam duka... karena yg kalah dan terbunuh adalah saudara.

SEKEPING CERMIN PADA MASING-MASING DIRI




Siapa yg pernah belajar TASAWUF tentu mengenal seorang tokoh besar sufi bernama JALALLUDIN RUMI, yg mengatakan bahwa... "Kebenaran adalah SELEMBAR CERMIN di tangan Tuhan, yg telah jatuh berkeping-keping. Tiap orang memungut kepingan itu, lalu menganggap cerminnya adalah kebenaran yg utuh".

Artinya, tiap orang punya " kebenarannya" sendiri-sendiri. Selama cerminnya masih berupa kepingan, maka tak akan pernah ditemukannya "kebenaran sejati"..., kebenaran universal..., kebenaran yg meliputi semua kebenaran..., kebenaran yg tak terbantahkan!

Masalahnya, adakah kebenaran sejati itu? Tentu ada! Dia adalah kebenaran dari keping-keping kebenaran. Orang yg merasa hanya memegang 1 kepingan, tak akan mengukur orang lain dg bajunya. Intinya, jangan melihat keluar, lihatlah dirimu sendiri. Jika engkau terluka, dari luka itulah cahaya akan masuk kedalam.

   Seruput dulu kopinya. Hisap dulu rokoknya.
   Jika mau mengakui bahwa musuh terbesar manusia adalah EGO DAN NAFSU diri sendiri, untuk apa mencari KEKURANGAN orang lain?
   Aku lupa mengucap terimakasihku pada-Mu seperti saat API membakar KAYU menjadikannya ABU. Sekumpulan AWAN lupa bersyukur manakala ANGIN meniup dan merubahnya menjadi HUJAN. Aku menjadikan diriku bermanfaat karena ada TANGAN yg menuntunku menjadi bermanfaat. Bukan diriku yg bermanfaat, melainkan TANGAN itu.

Seruput lagi kopinya. Hisap lagi rokoknya.
Rahayu.

WAHYU MAKUTARAMA




   Para dewa mengabarkan kepada para insan marcapada, bahwa telah ada MAHKOTA yang diberi nama Sri Batara Rama. Barangsiapa memiliki mahkota itu, akan menjadi sakti, dan kelak akan menurunkan raja-raja si Jawa. Karena berkaromah menurunkan raja-raja,  wahyu tersebut kemudian dinamakan sbg sebagai WAHYU MAKUTARAMA.

   Prabu Duryudana dari Astina mengutus Adipati Karna untuk memperoleh mahkota sekaligus wahyu tadi. Adipati Karna, dengan diiringi para senapati Kurawa, pergi menemui Begawan Kesawasidi di pertapaan Kutharunggu,  yang diyakininya bahwa sang begawan-lah yg membawa Wahyu Makutarama.
    Kesawasidi mengatakan dia tidak punya Makutarama. Adipati Karna tidak percaya dan marah, lalu melepaskan panahnya tanpa berpikir panjang. Beruntung ada Anoman, pendamping Kesawasidi. Panah itu ditangkap Anoman, kemudian dipersembahkan kepada Kesawasidi. Tapi bukannya dipuji, Anoman malah ditegur Kesawasid. Karena, tindakan Anoman tsb dapat dipandang sebagai meragukan kesaktian sang begawan.

Setelah Karna pergi, datanglah Begawan Wibisana, adik Rahwana, yang sudah berusia lanjut dan ingin segera meninggalkan dunia, kembali ke alam asal. Begawan inipun tidak dilayani oleh Kesawasidi, hingga terjadi pertempuran. Kesawasidi “tiwikrama”, dan sadarlah WIbisana bahwa Kesawasidi adalah titisan Rama, bekas junjungannya dulu. Kesawasidi memberi petunjuk kepada Begawan Wibisana, bagaimana cara agar bisa kembali ke alam asal. Wibisana pamit. Hingga kemudian, dalam perjalanan ke alam asal, ia bertemu sukma Kumbakarna, kakaknya dulu, yang sedang gelisah. Wibisana menasehati Kumbakarna supaya "menyatu" dengan Bima, ksatria Pandawa.

   Sementara itu, Arjuna juga berupaya mendapatkan Makutarama. Dia pergi diam-diam dari istananya dengan menyamar sebagai pendeta. Manakala bersemedi, Arjuna mendapat wangsit untuk menemui Begawan Kesawasidi.
   Arjuna datang menghadap. Kesawasidi tahu bahwa sudah tiba saatnya memberikan Wahyu Makutarama kepada orang yang tepat. Diwedarkannya rahasia bahwa Makutarama bukanlah berwujud benda, tetapi berupa AJARAN LUHUR yang patut dijadikan pedoman dan dilakoni oleh manusia, terutama yang mengemban tugas sebagai pemimpin. Ajaran luhur ini dinamakan ASTA BRATA, yang intinya meneladani sifat-sifat alam dalam menapak jalan kehidupan. Asta Brata ini dulunya diajarkan Rama kepada Wibisana, sepeninggal Rahwana, sebagai bekal bagi Wibisana menjadi raja Alengka menggantikan Rahwana.

   Sepeninggal Arjuna, Bima mencarinya. Dalam pencarian itu, ketemu sukma Kumbakarna, yang kemudian merasuk ke paha kiri Bima. Istri Arjuna, Sumbadra, juga mencari Arjuna. Sumbadra dibantu Betara Narada, dan berubah rupa menjadi ksatria, yang kemudian pergi ke Kutharunnggu menantang perang Arjuna.
Dalam perang tanding itu, Kesawasidi datang. dan “badar” lah semuanya. Kesawasidi kembali ke wujud Kresna, sang ksatria penantang kembali menjadi Sumbadra.

Arjuna mewarisi wahyu Makutarama berupa ajaran Hasta Brata, yang kelak diwariskan kepada puteranya, Abimanyu. Anak Abimanyu, Parikesit, belakangan mewarisi tahta kerajaan Hastina.

      INTI AJARAN HASTA BRATA
   Ajaran Hastabrata pada awalnya merupakan ajaran yang diberikan olah Rama kepada Wibisana. Ajaran tersebut terdapat dalam Serat Rama Jarwa Macapat, tertuang pada pupuh 27 Pangkur, jumlah bait 35 buah. Pada dua pupuh sebelumnya diuraikan kekalahan Rahwana dan kesedihan Wibisana. Disebutkan, perkelahian antara Rahwana melawan Rama sangat dahsyat. Seluruh kesaktian Rahwana ditumpahkan dalam perkelahian itu, namun tidak dapat menandingi kesaktian Rama. Ia gugur olah panah Gunawijaya yang dilepaskan Rama. Melihat kekalahan kakaknya, Wibisana segera bersujud di kaki jasad kakaknya dan menangis penuh kesedihan.

   Rama menghibur Wibisana dengan memuji keutamaan Rahwana yang dengan gagah berani sebagai seorang raja yang gugur di medan perang bersama balatentaranya, sebagai seorang KSATRIA gagah berani . Oleh Rama, Raden Wibisana diangkat menjadi Raja Alengka menggantikan Rahwana. Rama berpesan agar menjadi raja yang bijaksana mengikuti 8 (delapan) sifat dewa yaitu Indra, Yama, Surya, Bayu, Kuwera, Brama, Candra, dan Baruna. Itulah yang disebut dengan Hasta Brata.
   Prabu Rama menitis kepada Kresna untuk melestarikan Hsta Brata dan menurunkannya kepada Arjuna. Setelah itu, Hasta Brata diturunkan oleh Arjuna kepada Abimanyu dan diteruskan kepada Parikesit yang kemudian menjadi raja, pemimpin bagi rakyatnya.

   Hasta Brata adalah ajaran luhur tentang bagaimana menjadi pemimpin yg baik, pemimpin yg bijaksana. Hasta Brata mengajarkan bagaimana mengayomi rakyat, mensejahterakan rakyat, dan bagaimana memberi rasa adil, tenteram dan damai bagi rakyat. Apakah pemimpin Indonesia nanti layak menerima Wahyu Makutarama dan melaksanakan Hasta Brata dengan baik...????
   Rumput masih bergoyang. Hembusan angin masih sepoi seperti kemarin....
   Namun adakah yg tahu Nusantara diambang ganjing-ganjing akibat syahwat politik...?
   Dan burung-burung pun masih berkicau....
   Menyambut pagi cerah.... secerah harapan semua anak manusia.

SESAJI RAJASUYA


   

   Setelah penobatan Puntadewa menjadi raja di Indraprasta, Prabu  Kresna menyarankan agar Prabu Puntadewa mengadakan SESAJI RAJASUYA. Pelaksanaan Sesaji Rajasuya adalah dengan melepas seekor kuda, yang diikuti pasukan perang kerajaan, dimana semua wilayah yang dilalui kuda tersebut harus bergabung.

   Prabu Puntadewa, adalah seorang yang memiliki kharisma sebagai  raja agung, berbudi bawa laksana, adil paramarta.  Sang prabu menginginkan Sesaji Rajasuya dengan damai tidak ada peperangan maupun pertempuran.

   Sementara itu nun di sana..., raja Giribraja, Prabu Jarasanda, berencana akan menyelenggarakan Sesaji Kala Rodra, yaitu menaklukkan raja 100 negara. Semua raja yang  sudah takluk akan di penggal kepalanya untuk dipersembahkan kepada  Batara Kala. Dan ngomong dingomong..., Prabu Jarasanda telah  berhasil menawan 97 raja. Artinya tinggal mencari 3 raja lagi. Telah ditetapkan 3 raja itu adalah Prabu Kresna, Prabu Baladewa dan Prabu Puntadewa.

   Prabu Puntadewa justru ingin membebaskan ke 97 raja  yang telah ditawan oleh Prabu Jarasanda. Dan Prabu Kresna juga telah mencermati keadaan ini. Prabu Kresna teringat, kepada paman Prabu Brehidata, Raja Magada yang pada waktu itu susah mendapatkan seorang keturunan.

   Cerita flashback ke lahirnya Prabu Jarasanda, yg begitu kejam hendak menumbalkan kepala 100 raja kepada Betara Kala. Ketika itu...,sebelum Jarasanda menghirup udara dunia,..., tersebutlah Prabu Brehidata mengasingkan diri dalam hutan, kemudian mencari Resi Condakosika, seorang resi yang sakti. Ia nyantrik (menjadi pelayan sekaligus berguru). Prabu Brehidata melayani keperluan resi sehari hari. Resi Condakosika merasa terharu, dan dan sebagai rasa terima kasih atas pelayanan yang tulus kepada dirinya, diberikannyalah pada Raja Brehidata, satu BUAH AJAIB. Prabu Widarba, memiliki dua istri, maka kedua istrinya ingin mendapatkan buah itu. Mereka berebut tidak ada yang mengalah. Maka oleh Prabu Brehidata, buah ajaib itu dibelah menjadi dua. Masing masing istri mendapatkan separuh bagian.

   Singkat cerita, kedua istri Prabu Brehidata  hamil. Pada saat yang ditunggu tunggu pun datang.Tapi pada saat melahirkan, alanglah terkejutnya raja Brehidata dan kedua istrinya, mereka masing masing mendapatkan sebelah bayi, tubuh 2  jabang bayi yg dilahirkan oleh2 ibu hanya separuh.
   Mereka berkhitiar untuk mencari orang yang bisa menyempurnakan 2 bayi  yang  masing2 berbadan sebelah, (jw.sesigar). Prabu Brehidata kembali memui Resi yang telah memberikan buah ajaib. Sang Resi  mempertanyakan, mengapa waktu memintanya, tidak memberitahukan jumlah istrinya. kalau tahu, resi itu pasti akan memberikan sebuah lagi.  Kemudian Resi Condacosika bersemadi minta anugerah dewa, kedua bayi yang bentuknya masing masing sebelah, yang diembannya, ternyata dapat disempurnakan. Kedua bayi itu kini mejadi seorang bayi yang sempurna, dan diberilah nama JARASANDA, artinya yang telah dipersatukan

   Kembali ke cerita pokok....
   Para Pandawa telah memutuskan, bahwa mereka akan membebas kan raja raja yang menjadi tawanan Prabu Jarasanda.. Maka berangkatlah Prabu Puntadewa, Werkudara,Arjuna, Nakula dan Sadewa disertai Prabu Kresna.Sesampai di Griyabajra, Prabu Jarasanda merasa senang, ketika melihat Prabu Puntadewa dan Prabu Kresna telah hadir di Griyabajra.. Dianggapnya mereka telah menyerahkan diri, Para Pandawa tidak memperdulikan kata katanya. Prabu Puntadewa mengharap kepada raja-raja yang menjadi tawanan Prabu Jarasanda, agar mau bergabung dengan Pandawa. Prabu Puntadewa akan menyelenggaraakan SESAJI RAJASUYA. Prabu Jarasanda menjadi marah mendengar kata kata Prabu Puntadewa yang akan merebut 97 raja dari Kerajaan Griyabajra. Para raja 97 negara, lebih suka mengikuti Sesaji Rajasuya yang akan dilaksanakan oleh Prabu Puntadewa.

Prabu Jarasanda menantang Pandawa, agar mereka menyerahkan Prabu Puntadewa dan Prabu Kresna untuk melengkapi jumlah raja yang akan dipancung. Werkudara menjadi marah. Terjadilah perkelahian diantara mereka. Prabu Jarasanda susah dikalahkan. Berkali kali Gada Rujakpala menghantam kepala Prabu Jarasanda, tetapi bagaikan tak dirasa. Werkudara mundur mendatangi Kresna. Kresna memberi tahu bahwa matinya Prabu Jarasanda harus disigar kembali (bagaimana dia berasal, dkembalikan ke asal). Werkudara kembali. Perkelahianpun terjadi. Werkudara segera menangkap kedua kaki Jarasanda, dan  menarik kaki kiri kekiri dan kaki kanan kekanan sehingga tubuh Jarasanda terbelah menjadi 2 seperti waktu kelahirannya, dan tewaslah ia.

Setelah kematian Prabu Jarasanda, Para Pandawa bertindak. Seluruh raja yang diborgol, segera dilepaskan, Kini Para raja 97 negara, kembali ke negeri masing-masing

Prabu Puntadewa melaksanakan Sesaji Rajasuya. Prabu Puntadewa memerintahkan Arjuna dan Werkudara dengan pasukan perajurit secukup nya pergi ke  berbagai negara. Usaha mereka ber hasil,  raja raja negeri yang pernah ditolong Pandawa semua menyanggupi akan hadir ke Istana Indraprasta pada saat yang telah ditetapkan oleh Prabu Puntadewa.

Pada hari yang telah ditentukan, datanglah tamu raja raja seratus negara. Prabu Puntadewa beserta keluarga Pandawa dan Prabu Kresna, telah  bersiap menerima kedatangan para tamu.Demikian pula raja Astina Prabu Suyudana  hadir ke Indraprasta.

Para raja raaja yang diundang sudah berdatangan. Untuk menyampaikan maksud dan tujuan Prabu Puntadewa mmengundang, maka diserahkannya kepada Prabu Kresna, Semua mendengarkan apa yang sedang diuraikan oleh Prabu Kresna. Tanpa diduga sebelumnya, salah satu raja yang hadir, tidak mau kalau yang memberikan arahan adalah Prabu Kresna. Dia adalah sekutu Prabu Jarasanda, yaitu Supala. Supala mengajak bersitegang dengan Prabu Kresna.

Flashback lagi....
   Supala sebenarnya masih saudara sepupu Prabu Kresna. Kelahiran Supala waktu masih bayi sudah menggemparkan dunia. Supala adalah anak Prabu Darmagosa dan ibu Dewi Sutradewa raja Cedi. Sang Prabu Darmagosa , merasa ngeri melihat bayi yang baru dilahirkan, tidak normal seperti bayi yang lain. Supala di waktu lahir, ia memiliki 4 buah tangan dan bermata 3. Kata seorang resi yang sakti, Supala dapat disempurnakan oleh seseorang titisan Batara Wisnu. Namun Titisan Batara Wisnu tersebut disamping dapat menyempurnakan bayi Supala, ternyata orang itu pula menjadi  penyebab kematian Supala. Prabu Darma gosa kemudian mengumpulkan seluruh Keluarga, Sanak saudara, para raja dan satria negara sekitar. Mereka telah hadir, termasuk juga Narayana

Waktu Narayana mengangkat bayi itu dari kandangnya, tiba tiba saja 2 tangan dan 1 matanya lenyap begitu saja. Tubuh fisik sang bayi jadi normal. Prabu Darmogosa senang sekaligus sedih, karena orang yang dapat membunuh Supala juga yang telah menyempurnakan bayi itu. Sehingga Narayanalah nantinya yang akan membunuh bayi itu. Narayana yg arif hanya minta agar Supala jangan  sampai menghina dirinya  didepan orang banyak yang jumlahnya 100 lebih. Ini Upaya Narayana agar Supala bisa selamat, karena orang tak mungkin menghina  orang di depan orang banyak apalagi sampai 100 lebih.
   Kembali ke cerita asal....
   Prabu Kresna sudah tidak tahan lagi mendengar ocehan Supala. Berkali kali Prabu Kresna meminta agar Supala diam, tetapi terus saja Supala menghina Prabu Kresna.  Prabu Kresna dalam kemarahannya tanpa disadarinya mengeluarkan senjata pusaka Cakra keluar tubuh nya dan mengenai Prabu Supala, tewaslah Prabu Supala. Prabu Kresna terkejut, ketika melihat Supala terbunuh dengan senjata cakra miliknya. Prabu Kresna minta maaf kepada para tamunya, karena ini sudah suratan dewata, bahwa Prabu Supala memang harus mati karena ulahnya.Dengan meninggalnya Supala, maka acara sesaji Rajasuya dimulai. Para Brahmana yang memimpin upacara sesaji Rajasuya, yang memberi restu penobatan Puntadewa menjadi Raja Indraprasta  Dengan harapan, mudah mudahan didalam lingkungan kerajaan 100 negara ini menjadikan negara yang kuat, dan  rakyat rakyatnya dari keseratus negara ini, akan menjadi makmur, sejahtera, murah sandang dan pangan. ###

   Sahabat...
   Diperlukan kesadaran adanya kesamaan platform, kesamaan program membangun INDONESIA JAYA SEJAHTERA, bukan semata-mata untuk pembagian kekuasaan. Bergabungnya banyak partai dalam satu poros patut disyukuri. “Indonesia Tanah Airku, tanah tumpah darahku, disanalah AKU BERDIRI!”. Tegak, tegap, trengginas, cekatan, siap sedia SENDIKA DAWUH.  Tidak tunduk, merunduk, malu-maluin, malu melakukan pengingkaran dan pengkhianatan.
  
   EMPAN PAPAN artinya “the right man in the right place”, tahu menempatkan diri dalam posisi sesuai bidang yang memang dikuasai. Dan bagi pemilih..., pilihlah THE RIGHT MAN... yg memang menguasai KETATANEGARAAN, menjunjung tinggi KEMANUSIAAN,  untuk menuju INDONESIA YANG ADIL DAN BERADAB.
   Sumangga. Rahayu

SAMIAJI DALAM BLUNDER KEPEMIMPINAN




Dia adalah yang pertama dari Pandawa. Putra Raja Hastinapura Pandu Dewanata dengan ratu Dewi Kunti, putri kerajaan Mandura. Memiliki nama kecil Samiaji. Dari anak kecil mendapat hikmah dari ayahnya, Pandu. Sejak kecil Samiaji mempelajari begitu banyak manuskrip kuno sastra nasional Hastinapura. Perjalanan batin dan pencarian makna hidup baginya, telah dimulai sejak kecil. Sementara adik-adiknya lebih tertarik pada sains kanuragan dan menguatkan diri mereka sendiri sehingga mandraguna yang sakral, Samiaji justru memperdalam ilmu keunggulan. Pengabdian hanya terbatas pada kesatria rata-rata seorang kesatria. Keahliannya memanah dan bermain pedang tidak begitu istimewa. Tetapi pemahamannya akan TOTALITAS KEPASRAHAN sebagai makhluk Pencipta, menjadikan semua pikiran, ucapan, dan perilakunya sejalan dengan KEHENDAK ALAM.

   Samiaji memiliki pusaka andalan yang disebut KALIMASADA. Sebuah pusaka yang dikatakan sebagai benda tak berwujud. Berupa pengetahuan nyata yang masuk tidak hanya dalam pikiran, tetapi juga mencapai jauh ke dalam hati nurani yang terdalam. Ketulusan yang berasal dari sikap tawadlu pada tingkat pemahaman yang tinggi.

   Darah Samiaji berwarna putih, melambangkan kejujuran dan ketulusan hatinya. Ia sangat sabar, pantang berbohong, dan tak bisa menolak permintaan orang lain. Berbudi pekerti luhur, tidak pernah menyimpan dendam. Baginya, MENYIMPAN DENDAM ADALAH PENGHANCURAN DIRI SENDIRI. Wajib baginya membalas keburukan dengan kebaikan.
   Alkisah..., gara-gara upacara atau sesaji RAJASUYA yang heboh itu, Hastinapura akhirnya tahu bahwa Pandhawa masih hidup, bahkan berjaya memiliki negara Indraprastha dengan 100 negara jajahan. Duryudana dan para ksatria Hastinapura waktu itu memang diundang untuk ikut menyaksikan jalannya Sesaji Rajasuya.

   Kalau tidak licik, bukan Sengkuni namanya. Maka, MANUSIA NDERANGUS BUSUK  ini mencari sebuah cara untuk menghancurkan dan mempermalukan Samiaji beserta adik2nya. Dibuatlah sebuah UNDANGAN BERMAIN DADU. Undangan bermakna POLITIK PENGHANCURAN itupun dikirim ke Indraprasta.

   Arya Widura, paman Pandhawa, memperingatkan Samiaji agar jangan memenuhi undangan itu. Sang paman sudah mencium akal bulus dan niat licik Sengkuni. Bima dan Arjuna juga tidak setuju dan mengamini saran Widura. Namun, dasar Samiaji adalah MANUSIA POLOS, ia tak pernah berprasangka buruk. Ia ngotot harus memenuhi undangan itu. Alasanya, tak elok menampik undangan dari Raja Hastinapura, Drestarata, yg juga masih pamannya sendiri, yang seharusnya sudah menjadi pengganti ayah bagi mereka. Selain itu, ada Paman Bhisma, Widura dan Guru Drona yang pasti tak tinggal diam bila melihat kejahatan. Hingga akhirnya, seperti biasa, adik-adik Pandhawa  menurut pada kemauan sang kakak. Pergilah kelima Pandhawa beserta isterinya yang jelita, Drupadi, ke Hastinapura.

   Sampai di Hastinapura, permainan dadu (saat itu dianggap merupakan permainan para kaum ksatria) pun digelar. Samiaji bermain melawan Duryudhana yang diwakili oleh Sengkuni. Awalnya,  taruhannya kecil-kecilan, Samiaji diberi kemenangan. Hatinya pun gembira, hasrat berjudinya semakin besar. Taruhan pun semakin besar dan besar. Satu demi satu Samiaji harus melepas miliknya karena menelan kekalahan.

   Samiaji telat menyadari bahwa permainan dadu itu sudah di setting Sengkuni. Mata dadu terbuat dari tulang-tulang ayah Sangkuni sendiri sehingga menuruti apapun kehendaknya. Maka, Samiaji sudah terjatuh dalam perangkap dan dia tak bisa keluar lagi. Ia sudah tak bisa dicegah lagi. Setiap mau berhenti, Sengkuni mengompori, mengejeknya dan hati Samiaji goyah, kemudian terus bermain. Samiaji tak pernah menyadari bila ia tengah berhadapan SERIGALA BERBULU DOMBA, ular berbisa yg berniat membinasakannya.

   Maka memang demikianlah..., orang yg sangat jujur akan mudah dimanfaatkan. Orang yg sangat jujur akan mudah dijerumuskan. Tapi percayalah..., pada akhirnya KEBENARAN AKAN MENUNJUKKAN JALANNYA.
   Akibat kalah dalam permainan dadu yg penuh tipu daya dan muslihat licik Sengkuni itu, tahta kerajaan Samiaji yang dibangun dengan susah payah jatuh ke tangan Duryudhana. Bahkan kemudian, adiknya satu persatu dipertaruhkan. Nakula, Sadewa, Arjuna, Bhima dan dirinya sendiri. Byarr, dan semuanya kalah. Tahta hilang, kerajaan berpindah tangan dan mereka MENJADI BUDAK, kasta yang hina!
   Samiaji yang baik hati, suka menolong, penyabar, tak mendendam dan selalu mengamalkan ajaran luhur itu pun akhirnya harus merintih, menangis, terpuruk dan menanggung malu yg demikian dalam. Ia harus menyaksikan kerajaan dan tahtanya musnah, adik-adik dan dirinya menjadi orang miskin papa, tanpa derajat pangkat.

   Sahabat...
   Mungkin... tidak akan pernah ada orang bilang bila dunia politik adalah kumpulan orang-orang jujur? Dan mungkin pula, tak akan ada yang bilang para politisi itu "bisa" jujur. Meskipun partai ini-itu selalu berkoar-koar tentang kejujuran dan keadilan, toh sampai saat ini belum ada satupun politisi yang benar-benar jujur. Tapi apapun itu..., mudah2an politik menjelang pilpres kali ini menuju pada kebaikan dan kemaslahatan umat.
   Bos BUKALAPAK, Achmad Zacky, mungkin BERUSAHA JUJUR kepada dirinya sendiri. Dalam tweet-nya ia menyebut PRESIDEN BARU. Dalam politik, kejujuran berujung pada keberpihakan. Masalahnya, bukan kemana ia berpihak, tapi yg tersulut adalah ETIKA YANG TERKOYAK.
   Setelah Jokowi meng-endorse-nya, dimana dia hadir pada perayaan ultah Bukalapak, dimana pula sang presiden seolah menjadi bintang iklannya. Maka wajar bila sang big bos Bukalapak disebut telah kehilangan TATAKRAMA, air susu dibalas dengan air tuba.
   Jika disana para cebong tesinggung dan marah...memboikot Bukalapak..., maka di sebelah sana para kampret bersorak-sorai karena mendapat wadyabala baru, wajah baru yg kuat dan kaya. Demikianlah politik.
   Ya demikianlah. Rahayu.

SAMIAJI DALAM TEORI KONFLIK DAN PILPRES



Samiaji adalah pewaris sah tahta Kerajaan Hastinapura. Kurawa yg berjumlah seratus  datang ke istana tanpa tata krama sbg layaknya seseorang yg juga keturunan raja. Mereka menekan dan meminggirkan peran Samiaji di istana Hastinapura.
Destarastra semakin terlihat  kondisi fisiknya tidak mampu sekedar membawa dirinya duduk di singgasana. Perannya semakin didominasi oleh sang anak sulung, Duryudana, yang oleh hasutan pamannya, Sangkuni, secara halus untuk mengambil alih kursi kekuasaan di negri itu.
 Bisma dan Arya Widura yang semula mengambil posisi membantu Destarastra yang buta dalam memerintah negeri, justru oleh Duryudana dibuat seperti harimau ompong. Mereka tetap diberi keistimewaan di istana, tapi kekuasaan dan pengaruhnya perlahan dibatasi. Arya Widura hanya sekedar sebagai penasihat setelah Sangkuni, sementara Bisma yang seharusnya menjadi pimpinan tertinggi panglima perang negri Hastinapura, digeser menjadi hanya sekedar penasihat, sementara panglima diserahkan kepada anak muda cakap yang kesaktiannya dikagumi Duryudana. Seorang anak muda bernama Karna, yang kemudian memang tahu berterima kasih dan selalu berdiri di belakang Duryudana.
Pengaruh Sangkuni terhadap Duryudana ternyata mampu membuatnya buta hati sehingga bisa memerintahkan muslihat untuk menjebak saudaranya sendiri di sebuah bale-bale dan membakarnya di saat mereka terlelap. Kisah ini dikenal sbg BALE SIGALA-GALA.
Beruntung Pandawa dapat selamat dan menyusuri dasar bumi, hidup di negri Sapta Pratala, jauh di kedalaman perut jagat. Eh..., beruntung...??? Tentu saja bukan! Disana ada peran amalan kesaktian Samiaji, yang pada tingkat kepasrahan tinggi, justru hal-hal yang diinginkan bisa terwujud, sekalipun hal itu merupakan sesuatu yang tak mungkin. Semua terkejut, ketika beberapa tahun kemudian mereka kembali lagi ke istana Hastinapura!

Dalam sejarah  peradaban manusia, PEREBUTAN KEKUASAAN selalu menjadi kisah menarik.
Lewis Coser, seorang tokoh teori pemahaman konflik, berpendapat bahwa: masyarakat selalu berada dalam KONDISI KONFLIK. Menurutnya, suatu struktur sosial yg tampak tenang pun, juga dipenuhi beragam PERGOLAKAN dan upaya saling jegal guna menggoyahkan dan memperebutkan KEKUASAAN... Hakikat dari masyarakat adalah PEREBUTAN KEKUASAAN TANPA HENTI...!
Kubu yang berseteru saling melakukan konsolidasi (penguatan diri). Suatu konflik dapat dikatakan POSITIF apabila TIDAK MENYINGGUNG TEMA INTI. Tema inti yg dimaksud adalah PERIHAL MENDASAR YG MELANDASI SUATU HUBUNGAN.
Dalam ranah kenegaraan, ranah PILPRES dan segala intriknya, NKRI tidak akan pecah manakala ADA KOMPROMI antara mereka yg PRO PANCASILA DAN YG TIDAK, ada komptomi di antara para ulama. Disinilah dibutuhkan SAFETY VALVE (katup penyelamat) untuk menjadi MEDIATOR atas konflik yg terjadi. 
Tapi jika memang harus begitu, maka biarlah menjadi begitu.... NUSANTARA AKAN JAYA PADA WAKTUNYA. Diawali konflik besar.... SATRIA PININGIT muncul ke permukaan... Membawa damai dan kesejahteraan. Dan tetaplah ELING LAN WASPADA...
Salam sejati. Glodok 050220019

KISAH DEWA RUCI DALAM PERSPEKTIF TASAWUF




Berkat permainan super licin, Patih Sangkuni berhasil membujuk Resi Durna untuk membantu siasat Kurawa, yaitu MELENYAPKAN PANDHAWA! Sasaran utamanya adalah  Raden Wrekudara alias Arya Bimasena dan Raden Janaka alias Harjuna. Kalau 2 orang ini sudah GAME OVER, saudaranya yg lain akan mudah dibinasakan. Skala prioritasnya adalah Sang Bimasena, yang dianggap paling sakti di Pandhawa.

   Sang Bima yang saat itu sudah menyelesaikan sesi latihan ragawinya kemudian diutus sang Guru Resi Durna untuk mencari TIRTA PRAWITASARI atau air kehidupan, guna menyucikan bathin sang Bima demi kesempurnaan hidupnya. Air itu harus dicari di hutan Tibaksara di gunung Reksamuka.

   Ketika Bima menghadap ibunya, Dewi Kunthi, saudara-saudaranya yang lain mengingatkan bahwa kemungkinan besar ini hanya jebakan Sengkuni.  Karena, HUTAN TIBAKSARA sudah terkenal sebagai  "alas gung liwang liwung, sato mara, sato mati" (hutan raya tak tertembus, semua makhluk yang masuk pasti mati).

   Tapi Bima tetap teguh pada pendiriannya. Baginya, perintah guru adalah JALAN KEBENARAN. Perintah Guru tidak mungkin ditolaknya meskipun karena itu dia harus menyerahkan jiwanya. Melihat ketetapan hati anaknya, sang Ibu akhirnya merestuinya. Dengan linangan air mata, sang Bima dilepaskan dengan hanya berbekal DOA TULUS seorang ibu.

Singkat cerita, sang Bima telah berangkat menjalankan tugas dari gurunya. Seluruh hutan sudah dijelajahinya. Seluruh bukit telah didaki. Seluruh lembah telah dituruni. Tapi yang dicari tak kunjung ditemui.
   Sang Bima tanpa sengaja membangunkan 2 raksasa penunggu hutan bernama Rukmuka dan Rukmakala yang lagi enak-enak tidur. Perkelahian segera terjadi dan 2 raksasa itu terbunuh oleh Sang Bima. Tirta prawitasari tetap tak dapat ditemukan.

   Menyadari bahwa yang dicarinya tidak ada, Sang Bima kembali menghadap sang guru Durna. Sang guru kaget. Pencarian Tirta Prawitasari adalah MISI BUNUH DIRI bagi sang Bima. Tapi kok bisa-bisanya sang Bima keluar hidup-hidup dari hutan Tibaksara. Durna yg sebenarnya berwatak11-12 dg Sengkuni lalu menyuruh Bima untuk melakukan yang lebih sulit. Tirta Prawitasari harus dicari di kedalaman lautan!
   Dasar Bima orang jujur yg menganggap orang lain juga sejujur dirinya, ia sendika dawuh saja. Tanpa banyak bertanya, apalagi meragukan perintah sang Guru, Sang Bima langsung berangkat.

   Misi licik sang guru Durna dilaksanakan tanpa sak wasangka apapun. Setelah mengaduk-aduk seisi lautan, muncullah seekor naga yang menghalangi jalan Bima. Naga itu pun tak berdaya menghadapi kesaktian Bima. Tapi yang dicarinya tidak juga ditemukan.
    Ditengah kebingungannya, Bima menemukan MAKHLUK KENYERUPAI DIRINYA dalam ukuran yang lebih kecil, sedang meniti ombak lautan, mendekati dirinya. Mahluk itu memperkenalkan dirinya sebagai SANG DEWA RUCI,  sang suksma sejatinya, diri Bima yang sebenarnya. Setelah terjadi perbincangan serius, yg hanya bisa dimengerti oleh sang Bima pribadi, akhirnya Sang Bima masuk ke dalam wadag Sang Dewa Ruci melalui kuping kirinya, dan mendapat penjelasan lebih lanjut tentang HIDUP SEJATINYA.
   Sahabat....
   Untuk mendapatkan "inti pengetahuan sejati" (Tirta Prawitasari) Sang Bima harus menempuh ujian fisik dan mental sangat berat. Hutan Tibaksara adalah lambang TAJAMNYA CIPTA. Seseorang yg telah mencapai tajamnya cipta, akan sangat hati2 dalam bicara, berpikir, dan bertindak. Karena ia bersifat IDU GENI, cetusan dr pikiran dan ucapannya akan menjadi kenyataan. Maka, jika ada orang yg suka MOLAK-MOLIK ILAT, isuk dele sore tempe, ia tergolong MASIH JAUH.
   Gunung Reksamuka lambang DALAMNYA PEMAHAMAN. Sang Bimasena tidak akan mampu menuntaskannya tanpa membunuh raksasa Rukmaka sebagai lambang KEKAYAAN dan Rukmakala lambang KEMULIAAN . Maka hanya dengan mengendalikan nafsu duniawinya, manusia akan bisa mencapai tataran rohani tertinggi. Sebaliknya, jika masih terikat dan melekat dg harta benda, pangkat derajat, dan menginginkan kehormatan, manusia pada level ini juga MASIH JAUH.

   Perjalanan Bima menyelam ke dasar laut diartikan dengan  SAMUDERA PENGAMPUNAN. Jika masih menyimpan dendam amarah, ingin menjatuhkan orang lain, manusia ini juga tergolong MASIH JAUH. Membunuh Naga yang mengganggu jalan adalah simbol MELENYAPKAN KEBURUKAN DIRI SENDIRI. Di dalamnya terkandung tidak berkeinginan mengumbar aib orang lain. Maka jika ada orang seperti ini, ia juga tergolong MASIH JAUH.
   So..., jika ada yg merasa MASIH JAUH, bersyukurlah. Artinya, sdh ada kesadaran untuk menjadi dekat. Tentu saja akan berbalik 180 derajat, jika ada yg masih jauh tidak menyadari dirinya masih jauh.

    Perjalanan tasawuf  menukik ke dalam diri sendiri. Dengan kesadaran sendiri. Tidak bisa dipaksa. Masing-masing orang punya perjalanannya sendiri. Tidak mungkin sama. Dan tidak mungkin dipaksakan untuk sama.
   Rahayu.

JASA SENGKUNI MEMUNCULKAN ORANG-ORANG BAIK



   SENGKUNI adalah titisan dari Bathara Dwapara, dewa perusak, musuh kebenaran. Oleh karena itu Sengkuni memiliki watak yang jahat. Sengkuni semasa muda memiliki nama asli Harya Suman. Dalam pewayangan Sunda, ia juga dikenal dengan nama Sangkuning.

   Naiknya Sengkuni atau Harya Suman sebagai PATIH pun melalui jalan curang. Dalam lakon ‘Gandamana Luweng’ dikisahkan bagaimana Harya Suman menyiapkan jebakan luweng (lubang) bagi Patih Gandamana, teman seperjuangannya sendiri, saat mereka berperang melawan Pringgondani. Harya Suman melapor kepada Prabu Pandu Dewanata bahwa Gandamana, yang terjeblos dalam luweng, tertangkap musuh dan berkhianat. Maka dari sini bisa dibayangkan betapa JAHAT DAN KEJAM-nya seorang tokoh bernama Sengkuni ini. Orang baik difitnahnya sbg pengkhianat dan tega menjadikannya sbg TUMBAL atas syahwat egonya untuk mencapai keinginannya.
   Demikianlah...., setelah Pringgondani berhasil diduduki, Harya Suman melaporkan KABAR PALSU bahwa Gandamana telah  tewas. Maka ia pun diangkat menjadi patih, menggantikan Gandamana.

   Namun takdir berkehendak lain. Patih Gandamana berhasil diselamatkan oleh prajuritnya yang masih setia. Gandamana yang marah karena merasa difitnah dan dijebak. Ia punmenghajar Harya Suman habis-habisan sehingga wajahnya yang tampan berubah menjadi jelek. Jika Anda tahu Leonardo DiCaprio, kira2 seganteng itulah wajah Harya Suman. Tapi setelah dihajar dan dicincang wajahnya, ia tak lebih lebih ganteng dari monyet dibedaki.
   Sejak saat itu, Harya Suman terkenal dengan sebutan Sengkuni. Nama Sengkuni atau Sakuni, berasal dari kata ‘saka’ (dari) dan ‘uni’ (ucapan). Artinya, ia menderita cacat BURUK RUPA adalah karena HASIL UCAPAN-nya sendiri. Jadi, Sengkuni melambangkan manusia yang sifatnya senang memfitnah, menghasut dan mencelakakan orang lain. Atau lambang orang yang berperangai licik dan kejam.
   Ada kabar buruk tentang tokoh Sengkuni ini. Dia bukan saja hidup dalam cerita wayang saja, tapi juga hidup di sekitar Anda. Dia bisa berlaku jadi orang baik, tapi kemudian MENIKAM Anda dr belakang. Kalau di dunia politik pilpres saat ini bagaimana? Tentu saja dia juga ada. Ibarat kata... "Nggak ada loe, nggak rame!"

   Kembali ke topik....
   Track record Sengkuni antara lain... dalam lakon ‘Bale Sigalagala’ atau ‘Pandawa Obong’, pihak Pandawa dan Dewi Kunti diundang menghadiri pesta dalam bangunan yang bahannya rawan terbakar. Pihak Kurawa lalu membakar bangunan tersebut. Pandawa selamat dibopong Bima mengikuti garangan putih. Dalam lakon ‘Pandawa Dadu’, Pandawa kalah dan harus menyerahkan kerajaan Astina kepada Kurawa. Kedua taktik ini jelas dahsyat, sebuah tipu muslihat yang ampuh, membuat lawan tidak berkutik. Dan tak lain merupakan BUAH KELICIKAN dari Sengkuni.

   Pada hari terakhir Baratayuda, Sangkuni bertempur melawan Bima. Kulitnya yg keras dan kebal membuat Bima sulit mengalahkan Sengkuni. Penasihat Pandawa selain Kresna, yaitu Semar, muncul memberi tahu Bima bahwa kelemahan Sangkuni berada di bagian DUBUR, karena bagian tersebut dulunya pasti tidak terkena pengaruh MINYAK TALA, minyak ajaib yg bisa membuat badan jadi kebal senjata.
   Setelah tahu kelemahan lawan, Bima maju kembali. Sangkuni ditangkap dan disobek duburnya menggunakan Kuku Pancanaka yang tumbuh di ujung jari Bima. Dubur disobek? Ya! Jangan bayangkan betapa sakitnya, tapi begitulah seharusnya hukuman bagi tukang fitnah yg licik dan keji. Ilmu kebal Sengkuni musnah. Dengan beringas, Bima menyobek dan menguliti Sangkuni tanpa ampun.

   Dalam versi lain, Bima yg pemarah meraih leher Sengkuni, lalu dihimpitnya dengan lengannya kuat kuat. Leher Sengkuni tercekik. Mulutnya membuka lebar kehabisan napas. Bima memasukkan  kuku Pancanaka kedalam mulut biang kejahatan itu. Karena Sengkuni tidak meminum minyak tala, maka dengan mudah Bima merobek-robek mulut Sengkuni, sampai kedalam leher dan menembus ke jantungnya. Matinya Sengkuni atau Sakuni melambangkan, bahwa orang pandai bicara yang tak jujur sepantasnya kalau dirobek-robek mulutnya.

   Sahabat....
   Mungkin kalau ditanya mendalam, Sengkuni pun tak mau terlahir sebagai tokoh jahat. Namun ia pun harus menjalani takdirnya. Lewat kejahatan, muncullah kebaikan. Lewat keangkaramurkaan, muncullah para pahlawan heroik. Memang, putih akan bisa dikatakan benar-benar putih... saat yg hitam telah tampak.
   Rahayu.



BAHASA KALBU




Ada yg aneh dari kebiasaan Mbah Karso Mletho. Bukan segelas kopi yg dia minta. Kali ini dia minta teh kental pahit. Mungkin ada yg kurang beres dg pencernaannya.
"Ketika manusia sdh menemukan jatidirinya, dia akan tahu bahwa tidak ada tataran bahasa tertinggi kecuali BAHASA KALBU."
    Celoteh lelaki tua itu memaksaku menyulut rokok. Sambil menyedotnya dalam, hasrat muncul ingin tahu lebih lanjut.
    "Hanya dengan bahasa kalbu..., orang akan tahu dan ikut merasakan kesedihan orang lain, tanpa orang lain itu berkata apa2. Dia akan bahagia saat menerima pancaran kebahagiaan dr orang2 di sekelilingnya."
   "Ah, mosok to, Mbah?" gurauku. "Lah kepriwe olehe bisa melajari, Mbah?"
   "Belajarnya tdk pakai buku, tidak pakai guru. Hanya bisa dicapai dg LAKU. Belajarnya tiap hari. Ujiannya pun tiap hari. Ijazahnya diterima SETELAH MATI. Orang yg masih pekok bahasa kalbu, tidak akan berani menyuarakan apa2 walau tahu ada ketidakadilan di depan matanya. Syahwat egonya-lah yg membuatnya pekok, mati rasa dan mati kepedulian."
   "Sik... sik..., Mbah...," potongku. "Belajar koq tanpa buku tanpa guru..., ki piye nalare? Belajar jadi orang baik pasti ada tuntunannya."
   "Menjadi orang baik itu buat apa?"
   "Ya tentu saja agar menjadi orang yg berguna to, Mbah."
   "Ketika sdh menjadi orang berguna, lalu pada akhirnya akan bagaimana?"
   "Kalau mati biar masuk surga."
   Mbah Karso Mletho tersenyum, lalu nyeruput teh paitnya. "Surga... jika engkau pelajari dan engkau cari lewat tulisan di buku, surga itu pun akan kau dapatkan hanya berupa tulisan. Berupa angan2 dan khayalan. Jika kau mencari surga itu juga hanya dari kata JARENE, maka bisa jadi surgamu itu juga masih JARENE."
   "Lah, terus kepriwe, Mbah?"
   "Bahasa pikiran hanya mampu menerima input berupa sesuatu yg riil, kasat mata. Kalau sesuatu itu tdk riil,  inputnya berupa praduga, kira2, kemungkinan, gek ngono gek ngene. Dan itu bisa salah.
   " Mbuh Mbah, pusing."
   "Pusing tanda mau mengerti. Jangan banyak berangan-angan jika tdk ingin kecewa. Jangan banyak berkhayal jika tdk ingin sakit jiwa."
   "Mbuh Mbah, pusing."
   "Pusing tanda mau mengerti."
   Demikianlah.
   Glodok, 14022019, 06.51