Minggu, 27 November 2011

BAJU YANG PALING BAIK



   Bendol punya anak  satu, namanya Bondet.  Suatu kali ia mengajak anaknya ke mall untuk beli baju. Setelah berputar-putar agak lama di lantai 1, Bondet menemukan baju yang cocok dengan seleranya.
   “Kamu suka dengan baju itu?” tanya Bendol.
   “Ya tentu dong,  Pa…,” jawab Bondet.  “Lihat ni… baju impor. Bagus sekali. Aku sangat suka…”
   “Yakinkah kamu,  baju itu cocok dan pas untuk kamu?”
   Bondet bengong sejenak.  Tapi ia segera memahami perkataan ayahnya. Ia kemudian mencoba baju pilihannya ke kamar pas.
   “Bagaimana? Pas dan enak dipakai?” tanya Bendol kemudian.
   “Sebetulnya agak kurang nyaman, tapi gak pa-pa lah…” sahut Bondet.
   Akhirnya Bendol membeli baju pilihan anaknya.  Karena punya waktu cukup panjang, Bendol mengajak anaknya jalan-jalan ke lantai 2. Di sana ternyata ada banyak baju bagus.
   “Baju ini lebih bagus dari yang tadi,” ungkap Bondet gembira.  “Ini juga baju impor lho, Pa…. Belikan aku lagi ya, Pa….”
   “Apakah baju itu cocok  untukmu?” tanya Bendol bijak.
   “Tentu, Pa. Ni coba lihat… . Ya kan?”
   Bendol tak berkomentar, tapi tetap menuruti kemauan anaknya.
   Bondet pun senang hatinya. Ia mengajak ayahnya ke lantai 3. Tapi lagi-lagi ia menemukan baju yang bagus.
   “Belikan aku satu lagi ya, Pa?” rengek Bondet.
   “Boleh. Tapi apakah baju itu cocok untukmu?” sambut Bendol.
   “Tampaknya yang ini lebih cocok untukku.”
   Dan Bendol pun membelikan baju anaknya untuk  yang ketiga kalinya.  Bukan main gembiranya Bondet saat itu. Tapi ia masih belum ingin pulang. Ia mengajak ayahnya melihat-lihat ke lantai 4.
   “Eh, itu ada baju bagus lagi, Pa…,” tunjuk Bondet kemudian.
   “Yang mana?”
   “Itu… yang ijo itu. Kayaknya itu lebih cocok untukku deh…..”
   Bondet menepuk bahu anaknya seraya berkata, “NAK, BERPIKIRLAH SEBELUM MEMILIH. SEBAIK-BAIK BAJU YANG AKAN KAU PAKAI,  AKAN LEBIH BAIK KALAU ITU SESUAI DENGAN KEPRIBADIANMU, SESUAI DENGAN HATI NURANIMU.  JANGAN LIHAT BAJU DARI TAMPILAN LUARNYA SAJA….”

***

   By: Susilo Pranowo


Jumat, 25 November 2011

SIAPAKAH JATIDIRIKU?



   Bendol sekarang lagi sulit dicari. Tambah sibuk aja tuh orang. Kalau ketemu bicara sudah tidak bisa panjang-lebar.  Aku jadi penasaran banget. Soalnya, waktu terakhir ketemu dia bilang : “KENALILAH JATI DIRIMU...”   Juga sebelumnya dia pernah bilang:  “BERTANYALAH KEPADA DIRIMU SENDIRI…”
   Gila apa!! Bertanya kok pada diri sendiri! Mana aku ni orang bodo. Mana bisa? Soal JATI DIRI, yang kutahu kalau aku ini cuma anak dari SIMBOK dan BAPAK,  jatidiri yang mana lagi maksudnya…?
   Eh, gak dinyana, tiba-tiba ada telpon dari si Bendol.
   “Lagi ngapain sekarang?” tanya Bendol
   “Gak ngapa-ngapain,” jawabku jujur.
   “Mau ikut aku?”
   “Kemana?”
   “Survey tempat.”
   “Dimana?”
   “Ikut ajalah. Ntar tau sendiri.”
   Akhirnya Bendol menjemputku.  Bawa sedan bagus, tampaknya baru beli.
   “Aku lagi pusing mikir kata-kata Bos yang  kemarin-kemarin itu. KENALILAH JATI DIRIMU…. Maksudnya apa to,  Bos..?” tanyaku ketika ada kesempatan.
   “Makdudnya  sama saja dengan KENALILAH DIRIMU YANG SEJATI… DARIMANA KAMU BERASAL… DAN HENDAK KEMANA KAMU AKHIRNYA…,” jawab Bendol.
   “Penjabarannya apa?”
   “Jati diri… pribadi… manusia sebenarnya adalah SUKMA. Sukma itu abadi, tidak bisa mati. Yang mati pada manusia hanyalah raga yang ditempatinya. Sementara, sukma terus hidup untuk melanjutkan tugasnya sampai tuntas.”
   Aku garuk-garuk kepala, mencoba untuk bisa memahami.
   “Gusti memberi kesempatan kepada sukma untuk berkiprah di dunia dengan satu tugas yang harus dilaksanakan sampai tuntas .. tas….  Tapi sayang, dalam kehidupan di dunia, manusia sering lupa akan JATIDIRI-nya, lupa akan asalnya. Manusia jadi terikat pada segala sesuatu yang bersifat materi atau duniawi. Padahal sebenarnya, dunia ibarat TEMPAT UJIAN bagi sang sukma…”
   “Terus gimana, Bos?”


   “Padahal sesuatu yang bersifat materi, semakin dikejar semakin tidak membuat bahagia.  Beda dengan manusia yang bisa mengenali dan akrab dengan sukmanya, ia akan bisa hidup tenteram dan bahagia. Maka dari itu timbul kata KENALILAH DIRIMU YANG SEJATI….”
   “Lha cara untuk bisa kenal dan akrab dengan sang sukma ini gimana, Bos?” tanyaku bego.
   “Sebentar, aku lanjutkan dulu soal SUKMA-nya….”
   “Oke…”
   “Sukma ini saat RAGA yang ditempatinya MATI,  ia akan kembali kepada GUSTI.  Tapi karena ia telah banyak terikat dengan duniawi dan berlaku menyimpang dengan KEBENARAN, kembalinya sang SUKMA kepada GUSTI jadi tidak mulus…”
   “Terus gimana, Bos?”
   “Gusti itu suci. Untuk kembali kepada-Nya, sukma harus suci juga. Nah, kalo sukma belum suci, ia harus disucikan dulu. Ia akan dikembalikan ke dunia dengan RAGA yang lain. Demikian terus-menerus sampai ia menjadi suci sehingga dapat MANUNGGAL dengan GUSTI…”
   Aku manggut-manggut walau sebenarnya belum begitu paham.
   “Di dunia kan SUKMA menjalankan TUGAS yang harus SENDIKA LAN NYUWUN DAWUH, kita sebagai manusia tidak usah khawatir soal materi atau semua yang bersifat keduniawian. Karena…, kalau kita sudah SENDIKA LAN NYUWUN DAWUH  semua yang kita butuhkan sudah dipersiapkan oleh GUSTI. “
   “O gitu yah…,” sambutku.
   “Oleh karena itu ada orang bijak berkata:  KALAU KAU MENGEJAR MATERI LEBIH DULU, SPIRITUALMU SANGAT MUNGKIN  TAK AKAN KAU DAPATKAN.  DAN BAHKAN, MATERI YANG KAU KEJAR PUN, TAK AKAN KAU DAPATKAN. Sebaliknya : JIKA KAU MENGEJAR SPIRITUAL DULU, TENTU SAJA DENGAN CARA DAN AJARAN YANG BENAR, MAKA OTOMATIS MATERI AKAN KAU DAPATKAN, KARENA GUSTI YANG MENGASIHIMU SUDAH MENYEDIAKAN.”
   Aku mangngut-mannggut merasakan kebenaran ucapan Bendol
  “Lalu agar kita bisa mengenali sukma kita sendiri gimana, Bos?” tanyaku kemudian.
   “Ya berdialog-lah dengannya…”
   “Caranya?”
   “Berdialog dengan sukma kita sama atinya kita berdialog dengan Gusti.”
   “Caranya?” kejarku
   “Ya mendekatlah kepada Gusti.”
   “Caranya?”
   “Kamu ini ngetes apa emang bloon?” sergah Bendol akhirnya.
   Aku cuma garuk-garuk kepala lagi.
   “Mintalah petunjuk langsung pada Gusti,” lanjut Bendol.
   “Caranya gimana….? Sori Bos, aku emang gak tahu. Hehe….”
   “Dengan MESU BUDI,  meningkatkan KAWRUH DAN LAKU.”
   Aku garuk-garuk kepala lagi.
   “Kamu mau ngomong: CARANYA?, gitu kan?”
   “Iya. Hehe….”
   Bendol tersenyum melihat mukaku  yang bloon. Lalu katanya, “Dengan MEDITASI kau akan bisa BERTANYA KEPADA DIRIMU SENDIRI.”
   Aku masih belum mengerti benar arti ucapan Bendol. Sayang mobil sudah berhenti karena sudah sampai di tujuan. Bendol pun melakukan aktifitasnya.
   Aku cuma duduk di bawah pohon.
   Mencoba memahami ucapan Bendol.


   By: Susilo Pranowo

  
  
  

Rabu, 23 November 2011

DIMANAKAH SURGA ITU? (part 2)


 

   Siang itu Bendol baru saja keluar dari restoran.
   “Habis makan kok buru-buru, mau kemana lagi nih?” sapaku.
   “Ntar keburu tutup bank-nya?” jawab Bendol.
   “Nabung apa mbayar utang, Bos?”
   “Ya nabung ya mbayar utang. Hihi… Mau ikut?”
   Karena kebetulan sedang tidak ada acara, aku ikutin saja kemana Bendol pergi. Di dalam bank ternyata antriannya cukup panjang. Aku jadi punya kesempatan berbincang dengan sobat kentalku itu.
   “Kamu sekarang sudah berubah yah?” kataku.
   “Ah, enggak!” tukas Bendol. “Kalo aku bisa berubah nih, aku pilih jadi Batman apa Superman. Hehe….”
   “Ngaco! Maksudku, hidupmu itu loh, kelihatan lebih makmur sekarang.”
   “Mocok cih?”
   “Iya loh!”
   Bendol ketawa sejenak, lalu katanya, “Tanpa bermaksud nyombong loh ni ya…,  aku emang sudah menemukan surga. Hihi…”
   “Kalo aku kok merasa belum,  Bos?”
   Bendol berhenti ketawa, “Tapi kamu sudah tahu kan konsep tentang apa itu surga?”
   Aku garuk-garuk kepala, “Kurang-lebihnya ya aku tahulah. Seperti katamu kemarin-kemarin itu…”
   “Ya syukurlah kalo gitu.”
   “Tapi Bos…, kemarin dikatakan SURGA AKAN KUDAPATKAN KALAU AKU MELAKUKAN KEBENARAN.  Selama ini aku sudah dan selalu berusaha untuk melakukan KEBENARAN, tapi aku kok belum merasakan SURGA?”
   “Hehe…,” Bendol ketawa lagi.
   “Kok malah ketawa sih, Bos?” protesku. “Seneng ya kalo lihat temennya susah…?”
   “Ya gak lah? Gini loh…, SURGA atau NERAKA berpulang pada konsep NGUNDUH WOHING PAKARTI.”
   “Maksudnya?” aku garuk-garuk kepala lagi.
   “Boleh jadi sekarang ini kamu telah melakukan benyak KEBENARAN, tapi sadarkah kamu jika kemarin-kemarin kamu juga banyak menolak melakukan KEBENARAN?”
   “Aku kok malah bingung cih… Yang jelas gitu loh ngomongnya.”
   “Jika kamu kemarin-kemarin banyak melakukan KESALAHAN, maka kamu sekarang ini sedang menebus KARMA. Semua perlakukan BAIK-mu masih ditujukan untuk menebus KARMA-mu.”
   Aku nyengir kuda, lalu garuk-garuk kepala lagi. “Jadi, sekarang ini aku belum merasakan SURGA karena aku masih dalam proses menebus KARMA?”
   “Pinter….”
   “Tapi aku kepengin cepet-cepet nih ngerasain SURGA!”
   “Tunggu aja sampe KARMA-mu habis.”
   “Gah aku kalo nunggu lama-lama! Ntar keburu tua. Hehe…,” ketawaku kecut. “Apa ada caranya to Bos agar aku cepet selesai dalam penebusan KARMA-ku?”
   “Ada.”
   “Caranya?”
   “Lakukan KEBENARAN sebanyak mungkin.”
   “O gitu ya?”
   “Ya!”
   Aku garuk-garuk kepala lagi walau sebenarnya tak terasa gatal.
   “Masuk SURGA itu BAIK, tapi bukan yang TERBAIK….,” kata Bendol kemudian.
   “Wah gak usah dijabarkan sekarang, Bos. Pucing aku!” potongku.
   Tapi sebenarnya aku gak pusing-pusing amat. Malah gembira.  Hehe…. Wong aku jadi tahu gimana caranya masuk surga. Ternyata GAMPANG. Hehe…

   By: Susilo Pranowo

  

DIMANAKAH SURGA ITU?



   Kutarik napas dalam-dalam. Kuhembuskan napas dalam-dalam.  Kurasakan  nikmat dalam napasku ini. Kunikmati benar napasku  layaknya  sebagai nikmatku yang terakhir.
   “Eh, kamu lagi ngapain?” tanya Bendol yang sedari tadi tampaknya mengamatiku.
   “Aku sedang menikmati napasku,” jawabku santai.
   “Koq menikmati? Apa kamu baru tau kalo napas kita sebenarnya adalah nikmat Gusti yang teramat nikmat?”
   “Iya, makanya aku nikmatin nih napas… sebelum terhenti.  Hehe….”
   “Sebelum terhenti bagaimana?”
   “Mati.”
   “Huss…!” bentak Bendol tiba-tiba. “Jangan bicara soal mati kalo kamu belum siap untuk mati!”
   “Ah,  masa’ gak boleh cih…,” sergahku tetap santai.
   “Tahu apa kamu soal kematian?”
   “Mati ya mati. Lalu dikubur. Habis dah cerita.”
   “Gemblung kamu! Orang mati itu belum habis ceritanya.”
   “Maksudmu?”
   “Dia harus mempertanggungjawabkan semua perbuatannya  selama hidup di dunia!”
   “Oh, kalo itu cih aku dah tau. Kemudian masuk surga atau neraka gitu, kan?”
   “Kamu tahu dimana letaknya surga?” tanya Bendol kemudian, amat serius.
   “Wah, mana aku tahu, Bos? Aku kan belum mati…,” jawabku sekenanya.
   “Iya…, tapi kamu harus tahu juga soal surga itu apa atau dimana?”
   “Loh, setahuku nih, surga itu adalah sebuah tempat yang indah…, yang enak…, yang nyaman…, karena semua yang kita butuhkan sudah tersedia di sana.”
   “Kamu salah! Persepsi seperti itu ditulis dalam kitab-kitab suci agar manusia menjadi takut berbuat yang  tidak benar.  Hingga kemudian, orang-orang mengapresiasikannnya sebagai tempat seperti yang kamu katakan itu.”
   “Jadi, itu salah ya, Ndol?”
   “Salah sih enggak… cuman gini loh…. Semua kitab suci selalu mengajarkan: JIKA BERBUAT BAIK, JANGANLAH KAMU BERPAMRIH. Nah, kalo ada orang beribadah terus ingin masuk surga, bukankah ini juga berpamrih namanya? Kalau sudah seperti ini, sama artinya dia mengingkari isi kitab sucinya dong….”
   Aku manggut-manggut saja.
   “Berapa banyak nikmat Gusti Allah yang telah diberikan kepada kita?” lanjut Bendol. “Tak terhitung banyaknya, kan.  Nah, kalau kita sedang berbuat baik dan kita berpamrih mau masuk surga, apa ini merupakan sebuah harapan yang pantas?”
   “Lha, yang benar gimana dong, Ndol?” tanyaku bego. “Jangan-jangan surga itu tidak ada. Cuman sebagai sarana menakut-nakutin aja….”
   “Surga memang tidak ada kalo menurut bayanganmu yang merupakan sebuah tempat atau dimensi.”
   “Jadi bener nih, surga itu tidak ada?”
   “Kok gak ngerti juga sih kamu ni…,” tukas Bendol.”
   “Sori, aku emang gak ngerti nih….”
   Surga dan neraka bukanlah konsep dimensi atau tempat.  Surga adalah suasana keberadaan bersama Gusti dalam kemanunggalan.  Hal ini akan tercapai kalau kita melakukan kebenaran. Masuk surga itu baik, tapi bukan yang terbaik. Yang terbaik adalah kita harus manunggal dengan Gusti.
   Neraka adalah suasana tidak bersama Gusti. Suasana ini akan kita dapat kalau kita tidak melakukan kebenaran. Neraka bukanlah hasil  ciptaan Gusti, melainkan  ciptaan manusia itu sendiri. Karena Gusti bukanlah sesuatu yang kejam atau sadis.
   Ya gak? Apa perlu Gusti itu menciptakan neraka buat menghukum umat manusia? Di sana manusia dihajar, dicambukin, disiksa, dibakar…. Wah, kejam dong Gusti Allah kalo gitu….”
   Aku manggut-manggut lagi.
   “Lalu yang benar, dimana letak surga dan neraka itu?” tanyaku kemudian.
   “Wah, kamu ni bodo ya? Kan sudah kubilang SURGA ITU BUKANLAH KONSEP TEMPAT ATAU DIMENSI….” Bendol menjelaskan lagi.
   “Lalu seperti apa dong bentuknya….”
   “Kok kamu masih gak ngerti juga sih…?! Gini aja dah… LAKUKAN KEBENARAN, MAKA KAU PASTI AKAN MERASAKAN SURGA.  Dan kebalikannya… JIKA KAU MENOLAK ATAU TIDAK MELAKUKAN KEBENARAN, MAKA KAU AKAN MERASAKAN NERAKA.  Kedua hal itu akan kau peroleh bukan nanti setelah mati saja, tapi sekarang pun di dunia ini, kau akan bisa merasakannya.”
   Aku manggut-manggut lagi. Kutarik napas panjang lagi. Kuhembuskan dalam-dalam lagi…. Ah, kiranya TELAH KURASAKAN SURGA DALAM NAPASKU….

   By: Susilo Pranowo


Sabtu, 19 November 2011

SETAN YANG TERGODA



    Malam minggu itu rumah Tina lagi sepi. Mama-Papa pergi luar kota. Kedua adiknya ngikut. Sementara bibi pembantu juga sudah tiga hari ini izin tidak kerja. Praktis, malam itu Tina sendirian di rumah. Kemudian daripada bengong tanpa teman, Tina main SMS-an sama Toni, teman sekelasnya.
   “Lagi ngapain ne?” tanya Tina dengan BB-nya.
   “Gak ngapa-ngapain. Kamu?” tanya balik Toni.
   “Sama. Sepi ne, di rumah gak da orang.”
   “Masa?”
   “Iya. Semua keluar kota.”
   “Bener?”
   “Iya!”
   “Wah, boleh aku temenin dong….”
   “Yup!”
   Dan akhirnya, Toni nyamperin Tina. Rumah sepi gak ada siapa-siapa. Mereka  bisa  bercanda sesukanya. Namun tanpa mereka tahu, ada tiga setan yang sedang memperhatikan mereka.
   “Eh, mereka kok cuman bercanda doang  yah?” ungkap Bill Gates, setan ke-1 yang namanya persis raja Microsoft.
   “Lha emang mereka kudu gimana?” sambut bego Bill Clynton, nama setan ke-2  yang namanya mirip mantan presiden AS.
   “Ne malam kan sepi banget , keadaan sangat mendukung gitu loh… Mestinya mereka pada ngapa-ngapain gitu…,” jawab Paimin, setan ke-3 yang namanya gak beda sama tukang sampah belakang rumah.
   Tiga setan itu terus ngintip Tina dan Toni. Layaknya setan,  mereka berharap Tina dan Toni melakukan seuatu yang  tidak-tidak. Tapi ternyata, setelah cukup lama ditunggu, ternyata Tina dan Toni tetap gak ngapa-ngapain.
   “Heran yah mereka, kok pada kuat imannya…,” gerutu Bill Gates, yang ternyata sama sekali bukan orang IT. “ Gini aja dah sekarang, kamu godain mereka, “ perintahnya kemudian.
   “Godain gimana?” si bego Bill Clynton bertanya.
   “Ya godain sana, biar luntur imannya! Kamu ne bodo amat sih. Emang gak pernah diajarin apa aja tugas setan?”
   “Aku yang harus godain ne, Bos?”
   “Ya, cepat sana cabut!”
   Dengan agak malas-malasan, Bill Clynton pun melaksanakan tugasnya. Tapi tidak seberapa lama, ia balik lagi.
   “Gak mempan, Bos…,” lapornya.
   “Bodo kamu!” bentak Bill Gates. “Setan cap apa kamu tu?! Hk!” setelah marah-marah, setan yang tampaknya jadi bos ini ganti kasih perintas pada Paimin. “Sekarang kamu dah yang godain sana!”
   “Wah Pak Bos, aku ne 12-13 ma Bill Clynton. Ntar gagal juga gimana hayo? Pak Bos aja deh yang godain…,” tolak Paimin lugu.
   “Iyalah Pak Bos. Pak Bos ndiri aja yang ke sono,” timpal Bill Clynton.
   Setelah pikir-pikir sejenak, Bill Gates pun menyetujui saran kedua anak buahnya itu. Tapi gak lama juga, dia pun kembali.
   “Wah, aku gagal juga ne, “ kata sang bos.
   Singkat cerita, ganti si Paimin yang berangkat melaksanakan misi goda-menggoda itu.  Tapi setelah ditunggu-tunggu dan makan waktu cukup lama,  si Paimin yang ternyata bukan setan jawa asli, tidak kembali-kembali.
   “Kemana ne setan gemblung…?” Gerutu Bill Gates kesal.
   “Yuk kita cari aja, Pak Bos…,” usul Bill Clynton.
   Akhirnya kedua setan gaul yang wajahnya gak seberapa serem itu, pergi mencari si Paimin. Agak kesulitan juga nyarinya, karena HP si Paimin juga dimatikan. Tapi setelah nanya sana-sini, akhirnya ketemu juga. Si Paimin ternyata lagi asyik berdua di bawah pohon dengan setan perempuan.
   “He Paimin, Setan Edan! Disuruh godain manusia kok malah enak-enak pacaran di sini?!” tegur Bill Gates marah.
   “Sori, Pak Bos…,” sahut Paimin sambil menyeka bibirnya yang kena lipstick.
   “Sora.. sori… enak aja! Gimana tugasmu tadi, heh?!”
   “Eh… ya sori, Pak Bos…. Aku dah jalanin tugas. Tapi gak berhasil juga. Aku gak mampu godain Tina dan Toni.  Eh.., malah aku yang tergoda.  Aku jadi pengin ikut pacaran. Hehehe….”
   Dan si Paimin pun tidak menggubris bosnya lagi.  Dia malah melanjutkan pacarannya dengan si Painem, si setan perempuan,  yang ternyata juga bukan setan asli jawa.
   “Oya, ni malam Minggu ya…. Pacaran juga yuk…,” kata Bill Gates akhirnya. Terus ngeloyor pergi.  Mau nyari setan perempuan juga.
   Bill Clynton bengong sejenak, lalu katanya. “Ne malam Minggu. Pacaran juga ahhh….”
   Dasar setan...! Kelakuannya ya kaya' setan!

   By: Susilo Pranowo

Jumat, 18 November 2011

SETAN PUN BER-FB-RIA



   Malam itu para setan sedang mengadakan rapat.
   “Ada baiknya kita meniru apa yang telah diperbuat manusia,” sabda Raja Setan.
   “Apa itu, Baginda?” tanya Patih Setan.
   “Manusia di seluruh dunia bisa menjalin persahabatan lewat sebuah media yang dinamakan FACEBOOK…”
   “Lalu ada apa dengan facebook itu, Baginda?” Adipati Setan ikut bertanya.
   “Ya kita bikin media persahabatan yang sama. Biar kita yang sama-sama setan ini bisa lebih erat membangun persaudaraan….”
   Patih dan Adipati Setan manggut-manggut tanda setuju.
   “Hamba sangat setuju dengan gagasan Baginda, “ kata Patih Setan kemudian. “Lalu soal realisasinya gimana, Baginda?”
   “Soal realisasinya gampang. Di Kerajaan Setan ini kan juga banyak yang jago IT….”


   Patih Setan manggut-manggut lagi.
   “Sekarang gini aja, Patih,” Sabda Raja Setan kemudian. “Kamu saya tugaskan mempelajari apa kelebihan facebook.  Tapi jangan lupa, pelajari juga bagaimana menggunakannya….”
   “Maksudnya, Paduka ingin tahu bagaimana membikin akun dan menulis status di FB?”
   “Ya, bener. Aku kan belum bisa. Hehehe…,” Raja Setan ketawa malu.
   “Baik, Paduka. Hamba berangkat sekarang.”
   Akhirnya Patih Setan turun ke bumi. Berbekal sebuah laptop, modem, dan uang saku secukupnya, dia mengawali misinya. Tapi dasar setan gaptek, bikin akun aja dia belum bisa. Eh, bahkan mau matiin laptop aja dia masih bingung.
   Namun berkat kemauan kerasnya, dia pun berhasil bikin akun. Lalu add temen semaunya. Hingga akhirnya dia bisa menjalin persahabatan serius dengan seorang cewek cantik bernama Chika.
   “Chika masih sendiri, yah?” tanya Patih Setan saat chat di inbox.
   “Kok tau?”
   “Karna kamu telah men-doremi-kan hatiku…”
   “Gak nyambung!”
   “Gak masalah.”
   Dan mereka pun bercanda begini-begitu. Sampai saat mau pisahan, si Chika bilang: “Hati-hati ya, Say. Jangan sampai tergoda. Di luar banyak SETAN….”
   “Hihihi…,” Patih Setan ketawa.

***

      Singkat cerita,  Patih Setan kembali ke kerajaannya. Sang Raja Setan pun berkenan membuat situs jejaring sosial yang dinamakan FBSG, singkatan dari FACEBOOK SETAN GAUL. Gak nyangka, sang Raja Setan akhirnya kecanduan juga. Tiap pagi, habis bangun tidur, dia selalu bikin status. Dan di salah satu statusnya, dia bilang:
   “SUNGGUH INI PAGI YANG CERAH…. MAIN FUTSAL, AH….”
   Patih Setan yang juga sudah keranjingan FBSG berniat kasih comment. Tapi karena waktu belajar FB-an dulu suka copy-paste, dia comment begini:
   “HATI-HATI YA, SAY. JANGAN SAMPAI TERGODA, DI LUAR BANYAK SETAN….”
   “DASAR GEBLEK! EMANG KAMU BUKAN SETAN!
   “EH, SORI. MAKSUDKU, HATI-HATI DI LUAR BANYAK MANUSIA! HEHEHE….
   Raja dan Patih Setan pun ketawa….

By: Susilo Pranowo

  

Kamis, 17 November 2011

MONYET MAU GANTI MUKA



   Suatu hari Monyet protes pada Tuhan.
   “Ya Tuhanku,  kenapa engkau membuat diriku begitu hina...?”  tangisnya.
   “Lho, emang kenapa? Pagi-pagi dah nangis kayak gitu…,” sambut Tuhan.
   “Tuhan,  jika Engkau maha adil, kenapa Engkau membuat wajahku jelek begini?”
   “Ah, masa’ jelek? Kamu ganteng kok…”
   “Gak lah Tuhan.., masa’ wajah kaya’ gini dibilang ganteng? Aku nih merasa jadi makhluk paling jelek di dunia ini…”
   “Jangan ngaco kau, Monyet! “
    “Aku gak ngaco, Tuhan. Aku memang merasa jadi makhluk paling jelek di dunia ini. Buktinya, bila ada manusia yang wajahnya gak cakep, selalu dibilang: KAMU JELEK KAYA’ MONYET!”
   Tuhan pun ketawa. “Ah, itu bisa-bisanya kamu aja, Nyet. Masih banyak kok yang lebih jelek dari kamu….”
   “Enggak, Tuhanku, aku tetap merasa jadi makhluk paling jelek…,” makin keras tangis si Monyet.
   “Lalu apa maumu?” tanya Tuhan kasihan.
   “Aku ingin wajahku diganti…, minimal kaya’ Tom Cruis. Kaya’ Brad Pitt juga gak masalah….”
   Tuhan ketawa lagi. Katanya kemudian, “Mestinya kamu bersyukur, he Monyet. Kejelekan kamu menjauhkan kamu dari godaan. Kamu kan bisa terhindar dari dosa….”
   “Tapi  Tuhanku….”
   “Apa?”
   “Aku tetap ingin punya wajah cakep!”
   “Kaya’ Tom Cruis atau Brad Pitt?”
   “Iya bener. Tapi…, yang lagi keren sekarang Justin Bieber. Aku pengin jadi setampan Justin…”
   Melihat kenekatan Monyet itu,  serta-merta Tuhan berkata, “Sudah sana kamu bilang sama Justin: MAU GAK TUKERAN WAJAH? Ntar kalo dia bilang oke, kamu segera kambali ke sini, yah!”
   Tangis Monyet terhenti.
   Tapi kemudian malah jadi menggerung-gerung. …

   By: Susilo Pranowo

Selasa, 15 November 2011

KISAH BABI DAN SAPI



   Suatu hari Babi bertemu dengan Sapi.
   “Wah, tampaknya kamu makin makmur saja nih…,” gurau Babi.
   “Makmur gimana maksudmu?” balas Sapi.
   “Makmur  ya makmur. Badanmu itu lho, kelihatan gemuk. Kalo hidupmu gak makmur, bagaimana bisa gemuk?”
   “Ya beginilah...,” Sapi merendah.  “Eh, tapi kulihat kamu juga cukup makmur kukira….”
   “Kok tahu?” Babi mulai jumawa.
   “Ya tahu aja. Kulitmu itu tampak halus dan bersih. Mana bisa seperti itu kalau kamu tidak hidup dalam kemakmuran.”
   “Ya emang sih.  Semua ini berkat pemberian Tuhanku.”
   “Eh ngomong-ngomong…,  boleh kasih tahu gak ,siapa Tuhanmu?” Sapi menyelidik.
   “Tuhanku ya Tuhanku. Emang kamu sendiri tidak ber-Tuhan apa?”  Babi tambah jumawa.
   “Aku ya ber-Tuhan juga dong…,” ungkap Sapi kalem.
   “Kalo emang kamu ber-Tuhan, siapa Tuhanmu?”
   “Tuhanku ya Tuhanku.”                                                                                                                                                             
   “Siapa?” Babi memburu.
   “Apa itu penting bagimu?”
   “Ya jelas penting! Aku ingin tahu sampai sejauh mana kebenaran yang diajarkan Tuhanmu?!”
   “Kamu kok jadi kayak emosi gitu sih, Bi. Kebenaran yang dibawa Tuhan kan cuma satu. Dan itu tercermin dalam tingkah-laku umat yang meyakininya.”
   “O tidak, ajaran Tuhanku adalah yang paling benar!” Sahut Babi yakin.
   “Masa’ sih?”
   “Kok kamu gak percaya?!  Aku jadi kasihan sama kamu , Pi. Kamu gak sadar bila nantinya akan masuk neraka!”
   “Masa’ sih?”
   “Kamu emang tolol, Pi!
   “Masa’ sih?”
   Mendengar ucapan Sapi yang terkesan mengejek itu, darah Babi naik. Sapi hendak ditendangnya.
   “Eiiiittt… tungguuu…!” cegah Kodok yang tiba-tiba muncul.
   Babi mengurungkan niatnya. Dia langsung memelototi Kodok yang buruk rupa, dekil, tak terurus.
   “He hewan jelek! Ngapain kamu bela Sapi yang tolol ini?!” bentak Babi.
   “Hihi…” Kodok malah tertawa. “Sahabatku Babi yang ganteng, aku tidak membela siapa-siapa….”
   “Lalu kenapa kamu tadi berteriak?”
   “Maaf, sedari tadi aku mendengarkan semua pembicaraanmu. Kamu ngotot kalau ajaran Tuhanmu-lah yang paling benar.  Tapi tahukan kamu….?”
   “Tahu apa, heh?!”
   “Tuhan baru saja lewat sini. Masa’ kamu gak tahu?”
   “Ah, masa’ iya?” Babi seperti tak percaya.
   Kodok tak menjawab. Hewan buruk rupa itu malah ngeloyor pergi.
   Sapi tersenyum, lalu pergi juga.
   Babi bengong.  “Masa’ iya Tuhan baru lewat sini, dan aku tidak tahu…? @#!&^)(?????!!???...?”

   By : Susilo Pranowo



Senin, 14 November 2011

KENAPA RAGU MEMINTA KEPADA TUHAN?


       Hati Gunawan gundah-gulana. Tak enak makan tak enak tidur. Apapun yang ia kerjakan,  selalu berujung resah.  Dalam benaknya hanya terpikir Nadia, sang kekasih yang kini menghilang entah  kemana.
       Maka di penghujung malam, saat sunyi benar-benar menyelimuti bumi, Gunawan menumpahkan semua rasa hatinya. Dalam tangis di hadapan Tuhannya.
     “Ya Tuhanku…, lindungilah Nadia dimanapun ia berada. Limpahkanlah dia kemudahan dan kebahagiaan…. Tapi aku juga sangat ingin melupakannya,” pinta Gunwan dengan lelehan air mata.
     “He Gunawan, kamu sudah gila, ya?!” tegur Tuhan mendengar permintaan yang bertolak belakang itu.
     “Tidak, Tuhan. Aku tidak gila,” jawab Gunawan yakin.
     “Kalau tidak gila, kenapa kamu meminta untuk bisa melupakan orang yang kamu cintai?”
      “Aku menginginkan yang terbaik untuknya, tapi aku juga menginginkan yang terbaik untukku”
     “Wah! Pikiran kamu benar-benar sudah ngaco!” tegur Tuhan lagi, “ Kalau kamu menginginkan yang terbaik  untukmu, kenapa kamu tidak meminta Nadia kembali kepadamu. Bukankkah kamu sangat mencintainya ?”
     “Ya benar, Tuhanku,  aku mencintai Nadia lebih dari apapun, tapi aku juga sadar bahwa aku punya keterbatasan untuk bisa membuatnya bahagia.”
     Tuhan geleng-geleng kepala,  “Jadi, kamu ingin melupakan Nadia karena kamu merasa tidak sanggup memberikan yang terbaik untuknya?”
     “Ya benar seperti itulah kira-kira….”
     “Kok kira-kira? Berarti kamu gak yakin sama permintaanmu sendiri dong?”
     Gunawan terdiam. Setelah berpikir sejenak, ia berkata, “Lha sekarang enaknya gimana, Tuhanku?”
     Tuhan tertawa, “Kamu ini mewakili kebodohan manusia. Kamu adalah manusia tolol yang tidak menyadari keadaan dirimu sendiri!.”
     “Lho Tuhan, kok aku malah dikatain tolol?  Emang ada yang salah dengan permintaanku?” sambut Gunawan tak mengerti.
     “Kamu sendiri tidak yakin akan permintaanmu, bagaimana aku bisa mengabulkannya?”
     Gunawan terdiam. Pikirannya makin ruwet saja.
     “Sudah  sekarang begini saja,” sergah Tuhan. “Kuberikan waktu satu minggu untuk berpikir. Berpikirlah masak-masak tentang apa sebenarnya yang kamu inginkan.”
   ***
     Singkat cerita, waktu satu minggu pun berlalu. Gunawan kembali berdialog dengan Tuhannya.
     “Sekarang sudah kamu pikir benar-benar permintaanmu?” tanyaTuhan.
     “Sudah, Tuhanku,” ungkap Gunawan yakin.
     “Lalu apa permintaanmu sekarang?”
     “Aku ingin Nadia kembali padaku.”
      "Apakah itu yang terbaik bagimu?"
     " Ya, itulah yang terbaik bagiku."
     “Kalau permintaanmu itu kukabulkan, apakah kamu yakin bisa membuat Nadia bahagia?”
     “Yakin aku bisa, Tuhanku.”
     “Benar begitu?”
     Gunawan terdiam.
     “Kok malah diam!” kata Tuhan agak keras.
     “Ya… ya…, Tuhanku.”
     “Ya apa?”
     “Saya yakin bisa membahagiakan Nadia karena aku memang sangat mencintainya.”
     Tuhan diam sejenak, lalu katanya dengan suara berat, “Andai Nadia sekarang sudah tidak secantik dulu lagi, masihkah kamu ingin Nadia kembali kepadamu?”
     "Maksudnya gimana, Tuhanku?"
     "Andai Nadia mengalami kecelakaan..., dan kini dia jadi orang cacat, masihkah engkau ingin dia kembali kepadamu?"
     Ganti Gunawan yang terdiam.
     “Gimana? Kamu masih ingin  kekasihmu itu kembali kepadamu?” desak Tuhan.
      Meragu Gunawan, "Iya eh... tidak…., Tuhanku….”
     Mendengar jawaban  itu, Tuhan geleng-geleng kepala untuk kesekian kalinya. “Lalu maumu sekarang apa?!” bentaknya.
     Gunawan tidak bisa menjawab.  Beberapa detik kemudian, dia malah ngeloyor pergi. Lupa akan permintaannya.
   Tuhan pun berkata, “Dasar manusia plin-plan!”
   Meminta dengan jelas dan spesifik adalah salah satu syarat permintaan kita bakal terpenuhi.

     By: Susilo Pranowo