Selasa, 12 Maret 2019

MANAKALA SANG IBU MEMANGGIL ANAKNYA


"Anakku, tahukah kamu kenapa aku memanggilmu?"
"Tidak, wahai bunda yg kukasihi sepenuh hatiku.... Apakah ananda telah berbuat salah?"
"Tidak ada yg salah dg apa yg telah engkau lakukan."
"Lantas apa yg menjadi masalah dg ananda?"
"Aku hendak bercerita sedikit, Anakku. Tolong sediakan waktumu untuk mendengarkan."
"Baik, Bunda."
   "Tersebutlah seorang pemuda yg ingin berguru. Tapi sampai lelah kakinya melangkah, semua gunung telah didakinya, semua hutan belantara telah dimasukinya..., tak satu pun guru yg mau menerimanya. Kau tahu anakku, kenapa...?"
   "Nanda tidak tahu, Bunda."
   "Sang calon guru selalu bertanya, 'jika sdh sakti, engkau ingin bagaimana?' Dijawab oleh si pemuda, 'Akan kukalahkan musuh2ku. Akan kubalas semua orang yg telah mempermalukanku. Akan kuhinakan semua orang yg telah menyakitiku....'  Anakku, sampai di sini engkau tahu kenapa semua guru menolak si pemuda?"
   "Ya, aku tahu, Bunda. Niat berguru pemuda itu TIDAK BAIK."
   "Betul. Ceritanya berlanjut. Si pemuda tidak putus asa. Sampai akhirnya ia menemukan guru yg mau menerimanya sbg murid. Kenapa guru itu mau menerimanya...??? Ternyata, tidak semua guru baik. Sang guru memanfaatkan rasa dendam dan amarah muridnya. Si pemuda justru dijadikan alat pembunuh, alat untuk melampiaskan segala rasa benci dan angkara murka sang guru... Singkat kata, guru dan murid sama2 jatuh dalam JURANG KENISTAAN."
   "Cerita yg luar biasa, Bunda. Tapi apa hubungannya dg Nanda?"
   "Jika engkau ingin belajar sesuatu, perbaikilah niatmu. Niat yg baik akan mempertemukanmu dg guru yg baik. Sungguh satu kesalahan jika engkau belajar sesuatu hanya untuk menunjukkan kpd orang2 yg meremehkanmu bahwa dirimu tak pantas diremehkan. Sungguh satu kesalahan jika engkau menimba ilmu hanya karena dendam dan sakit hati karena HINAAN ORANG."
   "Duh Bunda, maafkan aku..."
   "Hidup bukan tentang penghormatan orang..., nama baik..., pujian..., banyak pengikut..., menjadi termasyur...dll. Hidup adalah tentang dirimu sendiri. Bagaimana engkau mampu berbuat baik..., bagaimana engkau mampu menjalankan amanah..., bagaimana engkau mampu menjadi secercah sinar dalam kegelapan..., bagaimana engkau mampu memberikan pengorbanan atas rasa kemanusiaan. Jika dirimu kuat dan mampu menguasai dirimu sendiri, HINAAN itu ibarat pedang... yg bisa menusukmu tapi tak mampu melukaimu. Jika dirimu tetap teguh di jalan benar,  FITNAH itu ibarat tebing yg runtuh kemudian menguburmu..., tapi engkau tetap bisa bangkit dan keluar dg selamat. Kebenaran itu matahari. Cinta dan welas asih adalah sinarnya...."
   Glodok, 09032019, 1204

KARNA, KEHENDAK BEBAS, DAN KARMA



Karna, atau lbh dikenal sengan sebutan ADIPATI KARNA, adalah anak Kunti yang pertama hasil keisengannya memanggil Bhatara Surya dengan membaca mantra sakti hadiah dari Maharsi Durvasa, adalah seorang ksatria yang jujur dan berbudi luhur. Ia tidak memiliki genetik penjahat dalam darahnya. Ayahnya Dewa Surya, penguasa Matahari. Ibunya Dewi Kunti, keturunan bangsa Yadava yang termasyur. Ia berguru kepada Parasurama yang agung. Tapi mengapa hidup Karna diliputi cerita MENYEDIHKAN...?

Di penghujung perang Bharatayuda, saat roda kereta perangnya terperosok kedalam lumpur, saat ia lupa dengan semua ilmu yang dipelajarinya dari Parasurama, ia dengan syahdu bertanya pada Vasudewa Krisna : mengapa semua ini menimpaku ? Dimana keadilan itu ? Aku berjuang sendiri dengan kekuatanku, apa dosaku hingga kemalangan ini terus mengikutiku? Saat kecil aku dibuang oleh ibuku. Saat remaja aku ditolak berguru oleh Rsi Drona hingga aku terpaksa berdusta kepada Parasurama agar diterima sebagai murid, itupun aku lalu dikutuknya. Dan kini, disaat paling menentukan dalam hidupku, aku bahkan tak mampu mengingat mantra untuk memanggil Brahmastra. Vasudewa, mengapa ini semua terjadi padaku ?

Sang pemilik kehidupan, Vasudewa Krisna, tersenyum. Jawaban Vasudewa Krisna ini, layak kita renungkan dan jadikan suluh, penerang hidup, terutama dijaman yang semakin mudah menyeret kita keluar dari Dharma ini. Apa saja petuah sang pemilik kehidupan kepada Karna ?

1. Kamu lupa pada semua ilmu yang pernah kamu pelajari. Kutukan Parasurama karena kamu berdusta, hanyalah jalan bagi perwujudan karma yang kamu torehkan sendiri. Ketahuilah Karna, tujuanmu menuntut ilmu itu salah sejak awal. Kamu menuntut ilmu bukan untuk tujuan memberi sumbangan kebaikan bagi masyarakat, melainkan untuk balas dendam. Dendammu pada Arjuna adalah dendam yang tidak beralasan. Kamu membenci kelahirannya, padahal ia tidak pernah minta dilahirkan dari rahim bangsa Ksatria. Dendam itu sendiri adalah dosa. Tindakanmu karena motif dendam itu juga dosa. Adakah tindakan yang lebih buruk dari tindakan yang dimotivasi kebencian dan dendam ? Karna, seharusnya kamu belajar, memahami hakikat ilmu, untuk tujuan mulia, menyumbangkan kebaikan-kebaikan bagi masyarakat.

2. Kamu memang mendapat perlakuan yang tidak adil. Orang-orang tidak menghargai kekuatanmu hanya karena kelahiranmu. Itu adalah tindakan yang keji. Tapi Karna, mari aku ceritakan sebuah kisah. Dulu, ada seorang Resi bernama Jamadagni. Suatu hari, seorang
Ksatria bernama Kartawirya bersama anak-anaknya membunuh Rsi Jamadagni. Anak Rsi Jamadagni yang dibakar dendam bersumpah memerangi para Ksatria hingga ia berkeliling dunia 3 kali, tetapi dendamnya tidak kunjung padam hingga awatara Wisnu, Ramadewa, menyadarkannya. Ia akhirnya bertapa, bersemedi, mendedikasikan dirinya untuk kebaikan umat manusia. Kamu tau siapa putra Rsi Jamadagni itu ? Dialah gurumu yang juga mengutukmu, Parasurama. Andai karena kemarahannya itu dia bersekutu dengan kejahatan, tentu kini dunia mengenalnya sebagai penjahat pula. Tapi lihatlah, kini dunia menghormatinya sebagai Maharsi yang agung. Dunia memang dipenuhi ketidakadilan, kadang kekejaman. Responmu, yang lahir dari kehendak bebasmu, itulah yang menunjukkan kualitasmu. Dan karmamu muncul dari responmu itu. Saat kamu diperlakukan secara tidak adil, kamu memiliki 2 pilihan : pertama, kamu menggunakan energi, semangat dan kekuatanmu untuk menegakkan kebenaran dan berjuang untuk meluruskan ketidakadilan yang terjadi itu. Kedua, kamu bisa bertindak cengeng, mengeluh, dan berpihak kepada siapapun yang ada di seberang pihak yang berlaku tidak adil, tanpa menelisik kebenaran pihak-pihak itu. Sayangnya, kamu memilih jalan yang kedua. Hanya karena benci dan iri pada Arjuna, kamu memihak Kurawa. Karena memihak Kurawa, kamu ikut tertawa saat Drupadi ditelanjangi. Wahai Karna, kebenaran macam apa yang kau bela melalui persekutuanmu dengan Kurawa? Ketidakadilan yang kau alami, tidak membebaskanmu dari karma akibat pembelaanmu pada kejahatan. Ketidakadilan adalah satu hal. Responmu adalah tanggung jawabmu. Andaikan setiap ketidakadilan melahirkan dendam kesumat dan pembalasan dengan membangun persekutuan dengan kejahatan, dunia macam apa yang akan kita jumpai ?

3. Kamu mengira Duryodana berbaik hati padamu. Tidak ! Kamu tertipu, Karna. Kamu tidak dapat menilai pemimpin hanya dari satu tindakannya. Kamu harus menilai pemimpin dari karakternya. Kalau Duryodana memang orang baik, mengapa dia hanya menggelimangkan harta kepadamu ? Kenapa dia tidak melakukan hal yang sama pada rakyat Hastinapura? Karna, dia memberimu privilege, kekayaan, kekuasaan, hanya karena dia mengetahui dendammu pada Arjuna, dan bahwa kamulah satu-satunya pemanah yang mampu menandingi Arjuna. Hanya itulah tujuannya. Kebaikannya padamu hanyalah kebaikan palsu untuk memenuhi ambisinya. Dan kamu, Karna, menerima kemewahan itu hanya untuk mendapatkan jalan bagi pemenuhan dendammu. Dan untuk itu kamu rela bersekutu dengan kejahatan.

4. Semakin besar kekuatan dan kekuasaan seseorang, maka semakin besar tanggungjawabnya pada dunia. Perang Bharatayudha ini terjadi bukan hanya karena ketamakan Duryodana dan kelicikan Sangkuni. Tapi adalah kesalahan 3 orang : Kakek Bhisma, Mahaguru Drona, dan kamu sendiri, Karna. Dukungan kalianlah yang menyebabkan kejahatan membesar, merasa kuat dan berani mengobarkan perang melawan kebenaran. Maka Karna, hari ini, disini, terimalah kematianmu.

Empat nasihat Vasudewa Krisna itu, meskipun diuraikan ribuan tahun, masih dan tetap relevan hingga sekarang. Bisa menjadi bahan renungan, karena hal-hal yang menimpa Karna kadangkala juga menimpa kita. Hidup bukan saja tentang bagaimana melihat keluar,  tapi lbh kepada memperbaiki sikap di kedalaman diri pribadi.
   Salam damai dalam pancaran kasih. Rahayu.

Selasa, 19 Februari 2019

KERASNYA KEPALA DAN BEKUNYA HATI HANYA AKAN BERUJUNG KEHANCURAN




Ribuan Bala tentara bergerak maju bagaikan ombak samudra saling menerjang silih berganti. Gemerincing suara pedang dan kelewang bersulingnya anak panah ditingkah jerit lengking anak manusia, seakan ilustrasi musik kematian yang mengerikan. Itulah perang besar Baratayudha antara Pandawa dan Kurawa.

Gelanggang perang Kurusetra yang terhampar luas bagaikan sebuah pentas permainan drama perebutan nyawa. Panggung maut itu tampak menyeramkan dikelilingi hutan tempat setan dan iblis bercokol turut berpesta menonton kisah drama kematian. Mereka tertawa riang, mereka merasa senang melihat darah berceceran daging berkeping-keping pertanda hancurnya peradaban manusia nyawa tidak berharga.

Demikian perang Barata telah dimulai akibat Duryudana menolak perdamaian. Tongkat panglima di pihak Kurawa berada di tangan si jago tua Arya Bisma yang terkenal gagak sakti tiada tanding. Selain Bisma juga Dorna mantan guru Pandawa ahli menggunakan senjata dan pakar strategi perang, ditopang aji Chandra Birawanya Salya yang ganas mematikan. Sementara di pihak Pandawa hanya memiliki seorang Kresna itu pun tak boleh terlibat langsung secara fisik dalam perang, kecuali memberi petunjuk di saat Pandawa mengalami kesulitan.

Demikianlah selama sembilan hari komando Kurawa di tangan Bisma, serangan Pandawa praktis menjadi lumpuh. Tidak sedikit prajurit yang mati perwira yang perlaya menghadapi amukan Bisma. Siasat gunung segara sulit ditebus. Masuknya Arjuna dalam peperangan kekuatan agak seimbang, meskipun untuk memperoleh kemajuan tetap seru.

Melihat perkembangan yang memprihatinkan, Pandawa mengadakan pertemuan membahas bagaimana mengatasi situasi. Mereka bertanya kepada nasehat agung Kresna. "Selama komando pihak Kurawa masih di tangan Bisma, Pandawa tidak akan memperoleh kemajuan apalagi untuk keluar sebagai pemenang. Bisma tak dapat dikalahkan oleh prajurit laki-laki betapapun saktinya," ujar Kresna.

"Kalau Bisma tak dapat dikalahkan oleh laki-laki, apa harus sama perempuan?" seloroh Bima seenaknya saking keselnya. "Kau benar, Dik. Di tangan prajuit wanitalah rahasia kelemahannya," Kresna membenarkan pendapat Bima. Siapa lagi prajurit wanita kalau bukan Srikandi istri Arjuna. Demikianlah kesokan harinya dengan didampingi Arjuna, Srikandi menuju medan laga Kurusetra mengendarai kereta perangnya.

Terkejut Bisma melihat Srikandi menuju ke arahnya. Sementara di angkasa sukma Dewi Amba yang pernah disakiti hatinya oleh Bisma telah siap meraga sukma ke tubuh Srikandi, Bisma sadar bahwa lembaran hidupnya akan segera berakhir. Ia berguman: "Amba aku takkan lari dari sumpahmu. Tapi aku sebagai prajurit takkan membiarkan kemenanganmu akan mudah diraih," tegasnya.

Akhirnya dalam perang itu Bisma roboh setelah sebuah panah Srikandi menancap didadanya yang kemudian disusul panah Arjuna mendorong panah Srikandi bagaikan sebuah paku yang dipalu panah itu tembus ke punggung sang Gangga putra. Tapi karena badannya penuh dengan panah, maka tubuhnya tidak sampai menyentuh tanah. Ia seolah-olah berkasurkan panah, sedang kepalanya terkulai.

Seketika perang dihentikan guna menghormat seorang pahlawan agung yang banyak jasanya pada keturunan Barata. Hari itu Pandawa dan Kurawa tampak akrab saling bertanya, sejenak mereka melupakan perang.

Bisma tersenyum puas karena telah memenuhi darma baktinya. Karena kepalanya terkulai ia minta diganjal. Segera Duryudana memerintahkan mengambil bantal empuk bersarungkan kain sutra. Tapi Bisma menolak katanya: "Maaf, bantal ini terlalu bagus. Aku ingin bantal yang pantas buat seorang prajurit." Bisma melirik pada Arjuna. Arjuna mengerti apa yang diminta. Dengan mata berkaca -kaca Arjuna melepas tiga anak panah ketanah dan kepala Bisma direbahkan tersangga oleh anak panah itu seraya berkata: "Nah, beginilah pantasnya bantal seorang prajurit di medan laga. Jangan aku dipindah dari sini," pintanya. "Oh, aku haus, tolong berikan air," Tanpa pikir lagi Duryudana segera memerintahkan mengambil arak dan anggur. Pemberian itu kembali ditolak dan Bisma melirik Arjuna, dilepaskanlah anak panah ke tanah dibagian sisi kanan Bisma dan keluarlah air jernih memancar dari tanah dan jatuh persis di mulutnya dan dengan nikmatnya ia minum air itu.

Sesaat kemudian Bisma berkata kepada Duryudana: "Wahai cucuku Duryudana, kepandaian Arjuna menandingi Dewa. Dalam segala hal ia tampak lebih menonjol. Karena itu dia bukan tandinganmu. Lebih baik berdamai, berikanlah sebelah negeri ini kepada Pandawa dan hiduplahj rukun bersamanya," wejangnya.

"Tidak eyang, perang tak akan berhenti dan sejengkal tanah pun takkan kuserahkan. Aku yakin kemenangan akan berada di pihak kami," sergahnya tegas. Begitulah keesokan harinya perang pun dimulai lagi. Darah kembali ditumpahkan. Ribuan nyawa melayang... demi mengikuti kerasnya kepala dan bekunya hati sang junjungan.
   Untung tak dapat diraih. Malang tak dapat ditolak. Kurawa hancur-lebur..., luluh-lantak..., sebagai tumbal kehacuran atas sikap jumawa yg  adigang-adigung-adiguna.
   Pandawa memperoleh kemenangan... tanpa sorak-sorai. Kemenangan dalam duka... karena yg kalah dan terbunuh adalah saudara.

SEKEPING CERMIN PADA MASING-MASING DIRI




Siapa yg pernah belajar TASAWUF tentu mengenal seorang tokoh besar sufi bernama JALALLUDIN RUMI, yg mengatakan bahwa... "Kebenaran adalah SELEMBAR CERMIN di tangan Tuhan, yg telah jatuh berkeping-keping. Tiap orang memungut kepingan itu, lalu menganggap cerminnya adalah kebenaran yg utuh".

Artinya, tiap orang punya " kebenarannya" sendiri-sendiri. Selama cerminnya masih berupa kepingan, maka tak akan pernah ditemukannya "kebenaran sejati"..., kebenaran universal..., kebenaran yg meliputi semua kebenaran..., kebenaran yg tak terbantahkan!

Masalahnya, adakah kebenaran sejati itu? Tentu ada! Dia adalah kebenaran dari keping-keping kebenaran. Orang yg merasa hanya memegang 1 kepingan, tak akan mengukur orang lain dg bajunya. Intinya, jangan melihat keluar, lihatlah dirimu sendiri. Jika engkau terluka, dari luka itulah cahaya akan masuk kedalam.

   Seruput dulu kopinya. Hisap dulu rokoknya.
   Jika mau mengakui bahwa musuh terbesar manusia adalah EGO DAN NAFSU diri sendiri, untuk apa mencari KEKURANGAN orang lain?
   Aku lupa mengucap terimakasihku pada-Mu seperti saat API membakar KAYU menjadikannya ABU. Sekumpulan AWAN lupa bersyukur manakala ANGIN meniup dan merubahnya menjadi HUJAN. Aku menjadikan diriku bermanfaat karena ada TANGAN yg menuntunku menjadi bermanfaat. Bukan diriku yg bermanfaat, melainkan TANGAN itu.

Seruput lagi kopinya. Hisap lagi rokoknya.
Rahayu.

WAHYU MAKUTARAMA




   Para dewa mengabarkan kepada para insan marcapada, bahwa telah ada MAHKOTA yang diberi nama Sri Batara Rama. Barangsiapa memiliki mahkota itu, akan menjadi sakti, dan kelak akan menurunkan raja-raja si Jawa. Karena berkaromah menurunkan raja-raja,  wahyu tersebut kemudian dinamakan sbg sebagai WAHYU MAKUTARAMA.

   Prabu Duryudana dari Astina mengutus Adipati Karna untuk memperoleh mahkota sekaligus wahyu tadi. Adipati Karna, dengan diiringi para senapati Kurawa, pergi menemui Begawan Kesawasidi di pertapaan Kutharunggu,  yang diyakininya bahwa sang begawan-lah yg membawa Wahyu Makutarama.
    Kesawasidi mengatakan dia tidak punya Makutarama. Adipati Karna tidak percaya dan marah, lalu melepaskan panahnya tanpa berpikir panjang. Beruntung ada Anoman, pendamping Kesawasidi. Panah itu ditangkap Anoman, kemudian dipersembahkan kepada Kesawasidi. Tapi bukannya dipuji, Anoman malah ditegur Kesawasid. Karena, tindakan Anoman tsb dapat dipandang sebagai meragukan kesaktian sang begawan.

Setelah Karna pergi, datanglah Begawan Wibisana, adik Rahwana, yang sudah berusia lanjut dan ingin segera meninggalkan dunia, kembali ke alam asal. Begawan inipun tidak dilayani oleh Kesawasidi, hingga terjadi pertempuran. Kesawasidi “tiwikrama”, dan sadarlah WIbisana bahwa Kesawasidi adalah titisan Rama, bekas junjungannya dulu. Kesawasidi memberi petunjuk kepada Begawan Wibisana, bagaimana cara agar bisa kembali ke alam asal. Wibisana pamit. Hingga kemudian, dalam perjalanan ke alam asal, ia bertemu sukma Kumbakarna, kakaknya dulu, yang sedang gelisah. Wibisana menasehati Kumbakarna supaya "menyatu" dengan Bima, ksatria Pandawa.

   Sementara itu, Arjuna juga berupaya mendapatkan Makutarama. Dia pergi diam-diam dari istananya dengan menyamar sebagai pendeta. Manakala bersemedi, Arjuna mendapat wangsit untuk menemui Begawan Kesawasidi.
   Arjuna datang menghadap. Kesawasidi tahu bahwa sudah tiba saatnya memberikan Wahyu Makutarama kepada orang yang tepat. Diwedarkannya rahasia bahwa Makutarama bukanlah berwujud benda, tetapi berupa AJARAN LUHUR yang patut dijadikan pedoman dan dilakoni oleh manusia, terutama yang mengemban tugas sebagai pemimpin. Ajaran luhur ini dinamakan ASTA BRATA, yang intinya meneladani sifat-sifat alam dalam menapak jalan kehidupan. Asta Brata ini dulunya diajarkan Rama kepada Wibisana, sepeninggal Rahwana, sebagai bekal bagi Wibisana menjadi raja Alengka menggantikan Rahwana.

   Sepeninggal Arjuna, Bima mencarinya. Dalam pencarian itu, ketemu sukma Kumbakarna, yang kemudian merasuk ke paha kiri Bima. Istri Arjuna, Sumbadra, juga mencari Arjuna. Sumbadra dibantu Betara Narada, dan berubah rupa menjadi ksatria, yang kemudian pergi ke Kutharunnggu menantang perang Arjuna.
Dalam perang tanding itu, Kesawasidi datang. dan “badar” lah semuanya. Kesawasidi kembali ke wujud Kresna, sang ksatria penantang kembali menjadi Sumbadra.

Arjuna mewarisi wahyu Makutarama berupa ajaran Hasta Brata, yang kelak diwariskan kepada puteranya, Abimanyu. Anak Abimanyu, Parikesit, belakangan mewarisi tahta kerajaan Hastina.

      INTI AJARAN HASTA BRATA
   Ajaran Hastabrata pada awalnya merupakan ajaran yang diberikan olah Rama kepada Wibisana. Ajaran tersebut terdapat dalam Serat Rama Jarwa Macapat, tertuang pada pupuh 27 Pangkur, jumlah bait 35 buah. Pada dua pupuh sebelumnya diuraikan kekalahan Rahwana dan kesedihan Wibisana. Disebutkan, perkelahian antara Rahwana melawan Rama sangat dahsyat. Seluruh kesaktian Rahwana ditumpahkan dalam perkelahian itu, namun tidak dapat menandingi kesaktian Rama. Ia gugur olah panah Gunawijaya yang dilepaskan Rama. Melihat kekalahan kakaknya, Wibisana segera bersujud di kaki jasad kakaknya dan menangis penuh kesedihan.

   Rama menghibur Wibisana dengan memuji keutamaan Rahwana yang dengan gagah berani sebagai seorang raja yang gugur di medan perang bersama balatentaranya, sebagai seorang KSATRIA gagah berani . Oleh Rama, Raden Wibisana diangkat menjadi Raja Alengka menggantikan Rahwana. Rama berpesan agar menjadi raja yang bijaksana mengikuti 8 (delapan) sifat dewa yaitu Indra, Yama, Surya, Bayu, Kuwera, Brama, Candra, dan Baruna. Itulah yang disebut dengan Hasta Brata.
   Prabu Rama menitis kepada Kresna untuk melestarikan Hsta Brata dan menurunkannya kepada Arjuna. Setelah itu, Hasta Brata diturunkan oleh Arjuna kepada Abimanyu dan diteruskan kepada Parikesit yang kemudian menjadi raja, pemimpin bagi rakyatnya.

   Hasta Brata adalah ajaran luhur tentang bagaimana menjadi pemimpin yg baik, pemimpin yg bijaksana. Hasta Brata mengajarkan bagaimana mengayomi rakyat, mensejahterakan rakyat, dan bagaimana memberi rasa adil, tenteram dan damai bagi rakyat. Apakah pemimpin Indonesia nanti layak menerima Wahyu Makutarama dan melaksanakan Hasta Brata dengan baik...????
   Rumput masih bergoyang. Hembusan angin masih sepoi seperti kemarin....
   Namun adakah yg tahu Nusantara diambang ganjing-ganjing akibat syahwat politik...?
   Dan burung-burung pun masih berkicau....
   Menyambut pagi cerah.... secerah harapan semua anak manusia.

SESAJI RAJASUYA


   

   Setelah penobatan Puntadewa menjadi raja di Indraprasta, Prabu  Kresna menyarankan agar Prabu Puntadewa mengadakan SESAJI RAJASUYA. Pelaksanaan Sesaji Rajasuya adalah dengan melepas seekor kuda, yang diikuti pasukan perang kerajaan, dimana semua wilayah yang dilalui kuda tersebut harus bergabung.

   Prabu Puntadewa, adalah seorang yang memiliki kharisma sebagai  raja agung, berbudi bawa laksana, adil paramarta.  Sang prabu menginginkan Sesaji Rajasuya dengan damai tidak ada peperangan maupun pertempuran.

   Sementara itu nun di sana..., raja Giribraja, Prabu Jarasanda, berencana akan menyelenggarakan Sesaji Kala Rodra, yaitu menaklukkan raja 100 negara. Semua raja yang  sudah takluk akan di penggal kepalanya untuk dipersembahkan kepada  Batara Kala. Dan ngomong dingomong..., Prabu Jarasanda telah  berhasil menawan 97 raja. Artinya tinggal mencari 3 raja lagi. Telah ditetapkan 3 raja itu adalah Prabu Kresna, Prabu Baladewa dan Prabu Puntadewa.

   Prabu Puntadewa justru ingin membebaskan ke 97 raja  yang telah ditawan oleh Prabu Jarasanda. Dan Prabu Kresna juga telah mencermati keadaan ini. Prabu Kresna teringat, kepada paman Prabu Brehidata, Raja Magada yang pada waktu itu susah mendapatkan seorang keturunan.

   Cerita flashback ke lahirnya Prabu Jarasanda, yg begitu kejam hendak menumbalkan kepala 100 raja kepada Betara Kala. Ketika itu...,sebelum Jarasanda menghirup udara dunia,..., tersebutlah Prabu Brehidata mengasingkan diri dalam hutan, kemudian mencari Resi Condakosika, seorang resi yang sakti. Ia nyantrik (menjadi pelayan sekaligus berguru). Prabu Brehidata melayani keperluan resi sehari hari. Resi Condakosika merasa terharu, dan dan sebagai rasa terima kasih atas pelayanan yang tulus kepada dirinya, diberikannyalah pada Raja Brehidata, satu BUAH AJAIB. Prabu Widarba, memiliki dua istri, maka kedua istrinya ingin mendapatkan buah itu. Mereka berebut tidak ada yang mengalah. Maka oleh Prabu Brehidata, buah ajaib itu dibelah menjadi dua. Masing masing istri mendapatkan separuh bagian.

   Singkat cerita, kedua istri Prabu Brehidata  hamil. Pada saat yang ditunggu tunggu pun datang.Tapi pada saat melahirkan, alanglah terkejutnya raja Brehidata dan kedua istrinya, mereka masing masing mendapatkan sebelah bayi, tubuh 2  jabang bayi yg dilahirkan oleh2 ibu hanya separuh.
   Mereka berkhitiar untuk mencari orang yang bisa menyempurnakan 2 bayi  yang  masing2 berbadan sebelah, (jw.sesigar). Prabu Brehidata kembali memui Resi yang telah memberikan buah ajaib. Sang Resi  mempertanyakan, mengapa waktu memintanya, tidak memberitahukan jumlah istrinya. kalau tahu, resi itu pasti akan memberikan sebuah lagi.  Kemudian Resi Condacosika bersemadi minta anugerah dewa, kedua bayi yang bentuknya masing masing sebelah, yang diembannya, ternyata dapat disempurnakan. Kedua bayi itu kini mejadi seorang bayi yang sempurna, dan diberilah nama JARASANDA, artinya yang telah dipersatukan

   Kembali ke cerita pokok....
   Para Pandawa telah memutuskan, bahwa mereka akan membebas kan raja raja yang menjadi tawanan Prabu Jarasanda.. Maka berangkatlah Prabu Puntadewa, Werkudara,Arjuna, Nakula dan Sadewa disertai Prabu Kresna.Sesampai di Griyabajra, Prabu Jarasanda merasa senang, ketika melihat Prabu Puntadewa dan Prabu Kresna telah hadir di Griyabajra.. Dianggapnya mereka telah menyerahkan diri, Para Pandawa tidak memperdulikan kata katanya. Prabu Puntadewa mengharap kepada raja-raja yang menjadi tawanan Prabu Jarasanda, agar mau bergabung dengan Pandawa. Prabu Puntadewa akan menyelenggaraakan SESAJI RAJASUYA. Prabu Jarasanda menjadi marah mendengar kata kata Prabu Puntadewa yang akan merebut 97 raja dari Kerajaan Griyabajra. Para raja 97 negara, lebih suka mengikuti Sesaji Rajasuya yang akan dilaksanakan oleh Prabu Puntadewa.

Prabu Jarasanda menantang Pandawa, agar mereka menyerahkan Prabu Puntadewa dan Prabu Kresna untuk melengkapi jumlah raja yang akan dipancung. Werkudara menjadi marah. Terjadilah perkelahian diantara mereka. Prabu Jarasanda susah dikalahkan. Berkali kali Gada Rujakpala menghantam kepala Prabu Jarasanda, tetapi bagaikan tak dirasa. Werkudara mundur mendatangi Kresna. Kresna memberi tahu bahwa matinya Prabu Jarasanda harus disigar kembali (bagaimana dia berasal, dkembalikan ke asal). Werkudara kembali. Perkelahianpun terjadi. Werkudara segera menangkap kedua kaki Jarasanda, dan  menarik kaki kiri kekiri dan kaki kanan kekanan sehingga tubuh Jarasanda terbelah menjadi 2 seperti waktu kelahirannya, dan tewaslah ia.

Setelah kematian Prabu Jarasanda, Para Pandawa bertindak. Seluruh raja yang diborgol, segera dilepaskan, Kini Para raja 97 negara, kembali ke negeri masing-masing

Prabu Puntadewa melaksanakan Sesaji Rajasuya. Prabu Puntadewa memerintahkan Arjuna dan Werkudara dengan pasukan perajurit secukup nya pergi ke  berbagai negara. Usaha mereka ber hasil,  raja raja negeri yang pernah ditolong Pandawa semua menyanggupi akan hadir ke Istana Indraprasta pada saat yang telah ditetapkan oleh Prabu Puntadewa.

Pada hari yang telah ditentukan, datanglah tamu raja raja seratus negara. Prabu Puntadewa beserta keluarga Pandawa dan Prabu Kresna, telah  bersiap menerima kedatangan para tamu.Demikian pula raja Astina Prabu Suyudana  hadir ke Indraprasta.

Para raja raaja yang diundang sudah berdatangan. Untuk menyampaikan maksud dan tujuan Prabu Puntadewa mmengundang, maka diserahkannya kepada Prabu Kresna, Semua mendengarkan apa yang sedang diuraikan oleh Prabu Kresna. Tanpa diduga sebelumnya, salah satu raja yang hadir, tidak mau kalau yang memberikan arahan adalah Prabu Kresna. Dia adalah sekutu Prabu Jarasanda, yaitu Supala. Supala mengajak bersitegang dengan Prabu Kresna.

Flashback lagi....
   Supala sebenarnya masih saudara sepupu Prabu Kresna. Kelahiran Supala waktu masih bayi sudah menggemparkan dunia. Supala adalah anak Prabu Darmagosa dan ibu Dewi Sutradewa raja Cedi. Sang Prabu Darmagosa , merasa ngeri melihat bayi yang baru dilahirkan, tidak normal seperti bayi yang lain. Supala di waktu lahir, ia memiliki 4 buah tangan dan bermata 3. Kata seorang resi yang sakti, Supala dapat disempurnakan oleh seseorang titisan Batara Wisnu. Namun Titisan Batara Wisnu tersebut disamping dapat menyempurnakan bayi Supala, ternyata orang itu pula menjadi  penyebab kematian Supala. Prabu Darma gosa kemudian mengumpulkan seluruh Keluarga, Sanak saudara, para raja dan satria negara sekitar. Mereka telah hadir, termasuk juga Narayana

Waktu Narayana mengangkat bayi itu dari kandangnya, tiba tiba saja 2 tangan dan 1 matanya lenyap begitu saja. Tubuh fisik sang bayi jadi normal. Prabu Darmogosa senang sekaligus sedih, karena orang yang dapat membunuh Supala juga yang telah menyempurnakan bayi itu. Sehingga Narayanalah nantinya yang akan membunuh bayi itu. Narayana yg arif hanya minta agar Supala jangan  sampai menghina dirinya  didepan orang banyak yang jumlahnya 100 lebih. Ini Upaya Narayana agar Supala bisa selamat, karena orang tak mungkin menghina  orang di depan orang banyak apalagi sampai 100 lebih.
   Kembali ke cerita asal....
   Prabu Kresna sudah tidak tahan lagi mendengar ocehan Supala. Berkali kali Prabu Kresna meminta agar Supala diam, tetapi terus saja Supala menghina Prabu Kresna.  Prabu Kresna dalam kemarahannya tanpa disadarinya mengeluarkan senjata pusaka Cakra keluar tubuh nya dan mengenai Prabu Supala, tewaslah Prabu Supala. Prabu Kresna terkejut, ketika melihat Supala terbunuh dengan senjata cakra miliknya. Prabu Kresna minta maaf kepada para tamunya, karena ini sudah suratan dewata, bahwa Prabu Supala memang harus mati karena ulahnya.Dengan meninggalnya Supala, maka acara sesaji Rajasuya dimulai. Para Brahmana yang memimpin upacara sesaji Rajasuya, yang memberi restu penobatan Puntadewa menjadi Raja Indraprasta  Dengan harapan, mudah mudahan didalam lingkungan kerajaan 100 negara ini menjadikan negara yang kuat, dan  rakyat rakyatnya dari keseratus negara ini, akan menjadi makmur, sejahtera, murah sandang dan pangan. ###

   Sahabat...
   Diperlukan kesadaran adanya kesamaan platform, kesamaan program membangun INDONESIA JAYA SEJAHTERA, bukan semata-mata untuk pembagian kekuasaan. Bergabungnya banyak partai dalam satu poros patut disyukuri. “Indonesia Tanah Airku, tanah tumpah darahku, disanalah AKU BERDIRI!”. Tegak, tegap, trengginas, cekatan, siap sedia SENDIKA DAWUH.  Tidak tunduk, merunduk, malu-maluin, malu melakukan pengingkaran dan pengkhianatan.
  
   EMPAN PAPAN artinya “the right man in the right place”, tahu menempatkan diri dalam posisi sesuai bidang yang memang dikuasai. Dan bagi pemilih..., pilihlah THE RIGHT MAN... yg memang menguasai KETATANEGARAAN, menjunjung tinggi KEMANUSIAAN,  untuk menuju INDONESIA YANG ADIL DAN BERADAB.
   Sumangga. Rahayu

SAMIAJI DALAM BLUNDER KEPEMIMPINAN




Dia adalah yang pertama dari Pandawa. Putra Raja Hastinapura Pandu Dewanata dengan ratu Dewi Kunti, putri kerajaan Mandura. Memiliki nama kecil Samiaji. Dari anak kecil mendapat hikmah dari ayahnya, Pandu. Sejak kecil Samiaji mempelajari begitu banyak manuskrip kuno sastra nasional Hastinapura. Perjalanan batin dan pencarian makna hidup baginya, telah dimulai sejak kecil. Sementara adik-adiknya lebih tertarik pada sains kanuragan dan menguatkan diri mereka sendiri sehingga mandraguna yang sakral, Samiaji justru memperdalam ilmu keunggulan. Pengabdian hanya terbatas pada kesatria rata-rata seorang kesatria. Keahliannya memanah dan bermain pedang tidak begitu istimewa. Tetapi pemahamannya akan TOTALITAS KEPASRAHAN sebagai makhluk Pencipta, menjadikan semua pikiran, ucapan, dan perilakunya sejalan dengan KEHENDAK ALAM.

   Samiaji memiliki pusaka andalan yang disebut KALIMASADA. Sebuah pusaka yang dikatakan sebagai benda tak berwujud. Berupa pengetahuan nyata yang masuk tidak hanya dalam pikiran, tetapi juga mencapai jauh ke dalam hati nurani yang terdalam. Ketulusan yang berasal dari sikap tawadlu pada tingkat pemahaman yang tinggi.

   Darah Samiaji berwarna putih, melambangkan kejujuran dan ketulusan hatinya. Ia sangat sabar, pantang berbohong, dan tak bisa menolak permintaan orang lain. Berbudi pekerti luhur, tidak pernah menyimpan dendam. Baginya, MENYIMPAN DENDAM ADALAH PENGHANCURAN DIRI SENDIRI. Wajib baginya membalas keburukan dengan kebaikan.
   Alkisah..., gara-gara upacara atau sesaji RAJASUYA yang heboh itu, Hastinapura akhirnya tahu bahwa Pandhawa masih hidup, bahkan berjaya memiliki negara Indraprastha dengan 100 negara jajahan. Duryudana dan para ksatria Hastinapura waktu itu memang diundang untuk ikut menyaksikan jalannya Sesaji Rajasuya.

   Kalau tidak licik, bukan Sengkuni namanya. Maka, MANUSIA NDERANGUS BUSUK  ini mencari sebuah cara untuk menghancurkan dan mempermalukan Samiaji beserta adik2nya. Dibuatlah sebuah UNDANGAN BERMAIN DADU. Undangan bermakna POLITIK PENGHANCURAN itupun dikirim ke Indraprasta.

   Arya Widura, paman Pandhawa, memperingatkan Samiaji agar jangan memenuhi undangan itu. Sang paman sudah mencium akal bulus dan niat licik Sengkuni. Bima dan Arjuna juga tidak setuju dan mengamini saran Widura. Namun, dasar Samiaji adalah MANUSIA POLOS, ia tak pernah berprasangka buruk. Ia ngotot harus memenuhi undangan itu. Alasanya, tak elok menampik undangan dari Raja Hastinapura, Drestarata, yg juga masih pamannya sendiri, yang seharusnya sudah menjadi pengganti ayah bagi mereka. Selain itu, ada Paman Bhisma, Widura dan Guru Drona yang pasti tak tinggal diam bila melihat kejahatan. Hingga akhirnya, seperti biasa, adik-adik Pandhawa  menurut pada kemauan sang kakak. Pergilah kelima Pandhawa beserta isterinya yang jelita, Drupadi, ke Hastinapura.

   Sampai di Hastinapura, permainan dadu (saat itu dianggap merupakan permainan para kaum ksatria) pun digelar. Samiaji bermain melawan Duryudhana yang diwakili oleh Sengkuni. Awalnya,  taruhannya kecil-kecilan, Samiaji diberi kemenangan. Hatinya pun gembira, hasrat berjudinya semakin besar. Taruhan pun semakin besar dan besar. Satu demi satu Samiaji harus melepas miliknya karena menelan kekalahan.

   Samiaji telat menyadari bahwa permainan dadu itu sudah di setting Sengkuni. Mata dadu terbuat dari tulang-tulang ayah Sangkuni sendiri sehingga menuruti apapun kehendaknya. Maka, Samiaji sudah terjatuh dalam perangkap dan dia tak bisa keluar lagi. Ia sudah tak bisa dicegah lagi. Setiap mau berhenti, Sengkuni mengompori, mengejeknya dan hati Samiaji goyah, kemudian terus bermain. Samiaji tak pernah menyadari bila ia tengah berhadapan SERIGALA BERBULU DOMBA, ular berbisa yg berniat membinasakannya.

   Maka memang demikianlah..., orang yg sangat jujur akan mudah dimanfaatkan. Orang yg sangat jujur akan mudah dijerumuskan. Tapi percayalah..., pada akhirnya KEBENARAN AKAN MENUNJUKKAN JALANNYA.
   Akibat kalah dalam permainan dadu yg penuh tipu daya dan muslihat licik Sengkuni itu, tahta kerajaan Samiaji yang dibangun dengan susah payah jatuh ke tangan Duryudhana. Bahkan kemudian, adiknya satu persatu dipertaruhkan. Nakula, Sadewa, Arjuna, Bhima dan dirinya sendiri. Byarr, dan semuanya kalah. Tahta hilang, kerajaan berpindah tangan dan mereka MENJADI BUDAK, kasta yang hina!
   Samiaji yang baik hati, suka menolong, penyabar, tak mendendam dan selalu mengamalkan ajaran luhur itu pun akhirnya harus merintih, menangis, terpuruk dan menanggung malu yg demikian dalam. Ia harus menyaksikan kerajaan dan tahtanya musnah, adik-adik dan dirinya menjadi orang miskin papa, tanpa derajat pangkat.

   Sahabat...
   Mungkin... tidak akan pernah ada orang bilang bila dunia politik adalah kumpulan orang-orang jujur? Dan mungkin pula, tak akan ada yang bilang para politisi itu "bisa" jujur. Meskipun partai ini-itu selalu berkoar-koar tentang kejujuran dan keadilan, toh sampai saat ini belum ada satupun politisi yang benar-benar jujur. Tapi apapun itu..., mudah2an politik menjelang pilpres kali ini menuju pada kebaikan dan kemaslahatan umat.
   Bos BUKALAPAK, Achmad Zacky, mungkin BERUSAHA JUJUR kepada dirinya sendiri. Dalam tweet-nya ia menyebut PRESIDEN BARU. Dalam politik, kejujuran berujung pada keberpihakan. Masalahnya, bukan kemana ia berpihak, tapi yg tersulut adalah ETIKA YANG TERKOYAK.
   Setelah Jokowi meng-endorse-nya, dimana dia hadir pada perayaan ultah Bukalapak, dimana pula sang presiden seolah menjadi bintang iklannya. Maka wajar bila sang big bos Bukalapak disebut telah kehilangan TATAKRAMA, air susu dibalas dengan air tuba.
   Jika disana para cebong tesinggung dan marah...memboikot Bukalapak..., maka di sebelah sana para kampret bersorak-sorai karena mendapat wadyabala baru, wajah baru yg kuat dan kaya. Demikianlah politik.
   Ya demikianlah. Rahayu.