Selasa, 19 Februari 2019

SAMIAJI DALAM BLUNDER KEPEMIMPINAN




Dia adalah yang pertama dari Pandawa. Putra Raja Hastinapura Pandu Dewanata dengan ratu Dewi Kunti, putri kerajaan Mandura. Memiliki nama kecil Samiaji. Dari anak kecil mendapat hikmah dari ayahnya, Pandu. Sejak kecil Samiaji mempelajari begitu banyak manuskrip kuno sastra nasional Hastinapura. Perjalanan batin dan pencarian makna hidup baginya, telah dimulai sejak kecil. Sementara adik-adiknya lebih tertarik pada sains kanuragan dan menguatkan diri mereka sendiri sehingga mandraguna yang sakral, Samiaji justru memperdalam ilmu keunggulan. Pengabdian hanya terbatas pada kesatria rata-rata seorang kesatria. Keahliannya memanah dan bermain pedang tidak begitu istimewa. Tetapi pemahamannya akan TOTALITAS KEPASRAHAN sebagai makhluk Pencipta, menjadikan semua pikiran, ucapan, dan perilakunya sejalan dengan KEHENDAK ALAM.

   Samiaji memiliki pusaka andalan yang disebut KALIMASADA. Sebuah pusaka yang dikatakan sebagai benda tak berwujud. Berupa pengetahuan nyata yang masuk tidak hanya dalam pikiran, tetapi juga mencapai jauh ke dalam hati nurani yang terdalam. Ketulusan yang berasal dari sikap tawadlu pada tingkat pemahaman yang tinggi.

   Darah Samiaji berwarna putih, melambangkan kejujuran dan ketulusan hatinya. Ia sangat sabar, pantang berbohong, dan tak bisa menolak permintaan orang lain. Berbudi pekerti luhur, tidak pernah menyimpan dendam. Baginya, MENYIMPAN DENDAM ADALAH PENGHANCURAN DIRI SENDIRI. Wajib baginya membalas keburukan dengan kebaikan.
   Alkisah..., gara-gara upacara atau sesaji RAJASUYA yang heboh itu, Hastinapura akhirnya tahu bahwa Pandhawa masih hidup, bahkan berjaya memiliki negara Indraprastha dengan 100 negara jajahan. Duryudana dan para ksatria Hastinapura waktu itu memang diundang untuk ikut menyaksikan jalannya Sesaji Rajasuya.

   Kalau tidak licik, bukan Sengkuni namanya. Maka, MANUSIA NDERANGUS BUSUK  ini mencari sebuah cara untuk menghancurkan dan mempermalukan Samiaji beserta adik2nya. Dibuatlah sebuah UNDANGAN BERMAIN DADU. Undangan bermakna POLITIK PENGHANCURAN itupun dikirim ke Indraprasta.

   Arya Widura, paman Pandhawa, memperingatkan Samiaji agar jangan memenuhi undangan itu. Sang paman sudah mencium akal bulus dan niat licik Sengkuni. Bima dan Arjuna juga tidak setuju dan mengamini saran Widura. Namun, dasar Samiaji adalah MANUSIA POLOS, ia tak pernah berprasangka buruk. Ia ngotot harus memenuhi undangan itu. Alasanya, tak elok menampik undangan dari Raja Hastinapura, Drestarata, yg juga masih pamannya sendiri, yang seharusnya sudah menjadi pengganti ayah bagi mereka. Selain itu, ada Paman Bhisma, Widura dan Guru Drona yang pasti tak tinggal diam bila melihat kejahatan. Hingga akhirnya, seperti biasa, adik-adik Pandhawa  menurut pada kemauan sang kakak. Pergilah kelima Pandhawa beserta isterinya yang jelita, Drupadi, ke Hastinapura.

   Sampai di Hastinapura, permainan dadu (saat itu dianggap merupakan permainan para kaum ksatria) pun digelar. Samiaji bermain melawan Duryudhana yang diwakili oleh Sengkuni. Awalnya,  taruhannya kecil-kecilan, Samiaji diberi kemenangan. Hatinya pun gembira, hasrat berjudinya semakin besar. Taruhan pun semakin besar dan besar. Satu demi satu Samiaji harus melepas miliknya karena menelan kekalahan.

   Samiaji telat menyadari bahwa permainan dadu itu sudah di setting Sengkuni. Mata dadu terbuat dari tulang-tulang ayah Sangkuni sendiri sehingga menuruti apapun kehendaknya. Maka, Samiaji sudah terjatuh dalam perangkap dan dia tak bisa keluar lagi. Ia sudah tak bisa dicegah lagi. Setiap mau berhenti, Sengkuni mengompori, mengejeknya dan hati Samiaji goyah, kemudian terus bermain. Samiaji tak pernah menyadari bila ia tengah berhadapan SERIGALA BERBULU DOMBA, ular berbisa yg berniat membinasakannya.

   Maka memang demikianlah..., orang yg sangat jujur akan mudah dimanfaatkan. Orang yg sangat jujur akan mudah dijerumuskan. Tapi percayalah..., pada akhirnya KEBENARAN AKAN MENUNJUKKAN JALANNYA.
   Akibat kalah dalam permainan dadu yg penuh tipu daya dan muslihat licik Sengkuni itu, tahta kerajaan Samiaji yang dibangun dengan susah payah jatuh ke tangan Duryudhana. Bahkan kemudian, adiknya satu persatu dipertaruhkan. Nakula, Sadewa, Arjuna, Bhima dan dirinya sendiri. Byarr, dan semuanya kalah. Tahta hilang, kerajaan berpindah tangan dan mereka MENJADI BUDAK, kasta yang hina!
   Samiaji yang baik hati, suka menolong, penyabar, tak mendendam dan selalu mengamalkan ajaran luhur itu pun akhirnya harus merintih, menangis, terpuruk dan menanggung malu yg demikian dalam. Ia harus menyaksikan kerajaan dan tahtanya musnah, adik-adik dan dirinya menjadi orang miskin papa, tanpa derajat pangkat.

   Sahabat...
   Mungkin... tidak akan pernah ada orang bilang bila dunia politik adalah kumpulan orang-orang jujur? Dan mungkin pula, tak akan ada yang bilang para politisi itu "bisa" jujur. Meskipun partai ini-itu selalu berkoar-koar tentang kejujuran dan keadilan, toh sampai saat ini belum ada satupun politisi yang benar-benar jujur. Tapi apapun itu..., mudah2an politik menjelang pilpres kali ini menuju pada kebaikan dan kemaslahatan umat.
   Bos BUKALAPAK, Achmad Zacky, mungkin BERUSAHA JUJUR kepada dirinya sendiri. Dalam tweet-nya ia menyebut PRESIDEN BARU. Dalam politik, kejujuran berujung pada keberpihakan. Masalahnya, bukan kemana ia berpihak, tapi yg tersulut adalah ETIKA YANG TERKOYAK.
   Setelah Jokowi meng-endorse-nya, dimana dia hadir pada perayaan ultah Bukalapak, dimana pula sang presiden seolah menjadi bintang iklannya. Maka wajar bila sang big bos Bukalapak disebut telah kehilangan TATAKRAMA, air susu dibalas dengan air tuba.
   Jika disana para cebong tesinggung dan marah...memboikot Bukalapak..., maka di sebelah sana para kampret bersorak-sorai karena mendapat wadyabala baru, wajah baru yg kuat dan kaya. Demikianlah politik.
   Ya demikianlah. Rahayu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SILAKAN BERKOMENTAR SESUKA HATI. NAMUN APAPUN ITU ADALAH CERMINAN DIRI ANDA.