Ada yg aneh dari kebiasaan Mbah Karso Mletho. Bukan segelas
kopi yg dia minta. Kali ini dia minta teh kental pahit. Mungkin ada yg kurang
beres dg pencernaannya.
"Ketika
manusia sdh menemukan jatidirinya, dia akan tahu bahwa tidak ada tataran bahasa
tertinggi kecuali BAHASA KALBU."
Celoteh lelaki tua itu memaksaku menyulut
rokok. Sambil menyedotnya dalam, hasrat muncul ingin tahu lebih lanjut.

"Ah, mosok to, Mbah?" gurauku.
"Lah kepriwe olehe bisa melajari, Mbah?"
"Belajarnya tdk pakai buku, tidak pakai
guru. Hanya bisa dicapai dg LAKU. Belajarnya tiap hari. Ujiannya pun tiap hari.
Ijazahnya diterima SETELAH MATI. Orang yg masih pekok bahasa kalbu, tidak akan
berani menyuarakan apa2 walau tahu ada ketidakadilan di depan matanya. Syahwat
egonya-lah yg membuatnya pekok, mati rasa dan mati kepedulian."
"Sik... sik..., Mbah...,"
potongku. "Belajar koq tanpa buku tanpa guru..., ki piye nalare? Belajar
jadi orang baik pasti ada tuntunannya."
"Menjadi orang baik itu buat apa?"
"Ya tentu saja agar menjadi orang yg
berguna to, Mbah."
"Ketika sdh menjadi orang berguna, lalu
pada akhirnya akan bagaimana?"
"Kalau mati biar masuk surga."
Mbah Karso Mletho tersenyum, lalu nyeruput
teh paitnya. "Surga... jika engkau pelajari dan engkau cari lewat tulisan di
buku, surga itu pun akan kau dapatkan hanya berupa tulisan. Berupa angan2 dan
khayalan. Jika kau mencari surga itu juga hanya dari kata JARENE, maka bisa
jadi surgamu itu juga masih JARENE."
"Lah, terus kepriwe, Mbah?"
"Bahasa pikiran hanya mampu menerima
input berupa sesuatu yg riil, kasat mata. Kalau sesuatu itu tdk riil, inputnya berupa praduga, kira2, kemungkinan,
gek ngono gek ngene. Dan itu bisa salah.
" Mbuh Mbah, pusing."
"Pusing tanda mau mengerti. Jangan
banyak berangan-angan jika tdk ingin kecewa. Jangan banyak berkhayal jika tdk
ingin sakit jiwa."
"Mbuh Mbah, pusing."
"Pusing tanda mau mengerti."
Demikianlah.
Glodok, 14022019, 06.51
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SILAKAN BERKOMENTAR SESUKA HATI. NAMUN APAPUN ITU ADALAH CERMINAN DIRI ANDA.