Label
- ANALOGI SAJA (10)
- APA IYA? (13)
- BELAJAR PADA HEWAN (4)
- HANYA CERITA (7)
- HANYA WAYANG (8)
- OH TUHAN... (8)
- SEKADAR TAHU (20)
- SEMPRIT SPIRIT (25)
- SENYUM DIKIT (13)
Selasa, 12 Maret 2019
MANAKALA SANG IBU MEMANGGIL ANAKNYA
"Anakku, tahukah kamu kenapa aku memanggilmu?"
"Tidak, wahai bunda yg kukasihi sepenuh hatiku.... Apakah ananda telah berbuat salah?"
"Tidak ada yg salah dg apa yg telah engkau lakukan."
"Lantas apa yg menjadi masalah dg ananda?"
"Aku hendak bercerita sedikit, Anakku. Tolong sediakan waktumu untuk mendengarkan."
"Baik, Bunda."
"Tersebutlah seorang pemuda yg ingin berguru. Tapi sampai lelah kakinya melangkah, semua gunung telah didakinya, semua hutan belantara telah dimasukinya..., tak satu pun guru yg mau menerimanya. Kau tahu anakku, kenapa...?"
"Nanda tidak tahu, Bunda."
"Sang calon guru selalu bertanya, 'jika sdh sakti, engkau ingin bagaimana?' Dijawab oleh si pemuda, 'Akan kukalahkan musuh2ku. Akan kubalas semua orang yg telah mempermalukanku. Akan kuhinakan semua orang yg telah menyakitiku....' Anakku, sampai di sini engkau tahu kenapa semua guru menolak si pemuda?"
"Ya, aku tahu, Bunda. Niat berguru pemuda itu TIDAK BAIK."
"Betul. Ceritanya berlanjut. Si pemuda tidak putus asa. Sampai akhirnya ia menemukan guru yg mau menerimanya sbg murid. Kenapa guru itu mau menerimanya...??? Ternyata, tidak semua guru baik. Sang guru memanfaatkan rasa dendam dan amarah muridnya. Si pemuda justru dijadikan alat pembunuh, alat untuk melampiaskan segala rasa benci dan angkara murka sang guru... Singkat kata, guru dan murid sama2 jatuh dalam JURANG KENISTAAN."
"Cerita yg luar biasa, Bunda. Tapi apa hubungannya dg Nanda?"
"Jika engkau ingin belajar sesuatu, perbaikilah niatmu. Niat yg baik akan mempertemukanmu dg guru yg baik. Sungguh satu kesalahan jika engkau belajar sesuatu hanya untuk menunjukkan kpd orang2 yg meremehkanmu bahwa dirimu tak pantas diremehkan. Sungguh satu kesalahan jika engkau menimba ilmu hanya karena dendam dan sakit hati karena HINAAN ORANG."
"Duh Bunda, maafkan aku..."
"Hidup bukan tentang penghormatan orang..., nama baik..., pujian..., banyak pengikut..., menjadi termasyur...dll. Hidup adalah tentang dirimu sendiri. Bagaimana engkau mampu berbuat baik..., bagaimana engkau mampu menjalankan amanah..., bagaimana engkau mampu menjadi secercah sinar dalam kegelapan..., bagaimana engkau mampu memberikan pengorbanan atas rasa kemanusiaan. Jika dirimu kuat dan mampu menguasai dirimu sendiri, HINAAN itu ibarat pedang... yg bisa menusukmu tapi tak mampu melukaimu. Jika dirimu tetap teguh di jalan benar, FITNAH itu ibarat tebing yg runtuh kemudian menguburmu..., tapi engkau tetap bisa bangkit dan keluar dg selamat. Kebenaran itu matahari. Cinta dan welas asih adalah sinarnya...."
Glodok, 09032019, 1204
KARNA, KEHENDAK BEBAS, DAN KARMA
Karna, atau lbh dikenal sengan sebutan ADIPATI KARNA, adalah anak Kunti yang pertama hasil keisengannya memanggil Bhatara Surya dengan membaca mantra sakti hadiah dari Maharsi Durvasa, adalah seorang ksatria yang jujur dan berbudi luhur. Ia tidak memiliki genetik penjahat dalam darahnya. Ayahnya Dewa Surya, penguasa Matahari. Ibunya Dewi Kunti, keturunan bangsa Yadava yang termasyur. Ia berguru kepada Parasurama yang agung. Tapi mengapa hidup Karna diliputi cerita MENYEDIHKAN...?
Di penghujung perang Bharatayuda, saat roda kereta perangnya terperosok kedalam lumpur, saat ia lupa dengan semua ilmu yang dipelajarinya dari Parasurama, ia dengan syahdu bertanya pada Vasudewa Krisna : mengapa semua ini menimpaku ? Dimana keadilan itu ? Aku berjuang sendiri dengan kekuatanku, apa dosaku hingga kemalangan ini terus mengikutiku? Saat kecil aku dibuang oleh ibuku. Saat remaja aku ditolak berguru oleh Rsi Drona hingga aku terpaksa berdusta kepada Parasurama agar diterima sebagai murid, itupun aku lalu dikutuknya. Dan kini, disaat paling menentukan dalam hidupku, aku bahkan tak mampu mengingat mantra untuk memanggil Brahmastra. Vasudewa, mengapa ini semua terjadi padaku ?
Sang pemilik kehidupan, Vasudewa Krisna, tersenyum. Jawaban Vasudewa Krisna ini, layak kita renungkan dan jadikan suluh, penerang hidup, terutama dijaman yang semakin mudah menyeret kita keluar dari Dharma ini. Apa saja petuah sang pemilik kehidupan kepada Karna ?
1. Kamu lupa pada semua ilmu yang pernah kamu pelajari. Kutukan Parasurama karena kamu berdusta, hanyalah jalan bagi perwujudan karma yang kamu torehkan sendiri. Ketahuilah Karna, tujuanmu menuntut ilmu itu salah sejak awal. Kamu menuntut ilmu bukan untuk tujuan memberi sumbangan kebaikan bagi masyarakat, melainkan untuk balas dendam. Dendammu pada Arjuna adalah dendam yang tidak beralasan. Kamu membenci kelahirannya, padahal ia tidak pernah minta dilahirkan dari rahim bangsa Ksatria. Dendam itu sendiri adalah dosa. Tindakanmu karena motif dendam itu juga dosa. Adakah tindakan yang lebih buruk dari tindakan yang dimotivasi kebencian dan dendam ? Karna, seharusnya kamu belajar, memahami hakikat ilmu, untuk tujuan mulia, menyumbangkan kebaikan-kebaikan bagi masyarakat.
2. Kamu memang mendapat perlakuan yang tidak adil. Orang-orang tidak menghargai kekuatanmu hanya karena kelahiranmu. Itu adalah tindakan yang keji. Tapi Karna, mari aku ceritakan sebuah kisah. Dulu, ada seorang Resi bernama Jamadagni. Suatu hari, seorang
Ksatria bernama Kartawirya bersama anak-anaknya membunuh Rsi Jamadagni. Anak Rsi Jamadagni yang dibakar dendam bersumpah memerangi para Ksatria hingga ia berkeliling dunia 3 kali, tetapi dendamnya tidak kunjung padam hingga awatara Wisnu, Ramadewa, menyadarkannya. Ia akhirnya bertapa, bersemedi, mendedikasikan dirinya untuk kebaikan umat manusia. Kamu tau siapa putra Rsi Jamadagni itu ? Dialah gurumu yang juga mengutukmu, Parasurama. Andai karena kemarahannya itu dia bersekutu dengan kejahatan, tentu kini dunia mengenalnya sebagai penjahat pula. Tapi lihatlah, kini dunia menghormatinya sebagai Maharsi yang agung. Dunia memang dipenuhi ketidakadilan, kadang kekejaman. Responmu, yang lahir dari kehendak bebasmu, itulah yang menunjukkan kualitasmu. Dan karmamu muncul dari responmu itu. Saat kamu diperlakukan secara tidak adil, kamu memiliki 2 pilihan : pertama, kamu menggunakan energi, semangat dan kekuatanmu untuk menegakkan kebenaran dan berjuang untuk meluruskan ketidakadilan yang terjadi itu. Kedua, kamu bisa bertindak cengeng, mengeluh, dan berpihak kepada siapapun yang ada di seberang pihak yang berlaku tidak adil, tanpa menelisik kebenaran pihak-pihak itu. Sayangnya, kamu memilih jalan yang kedua. Hanya karena benci dan iri pada Arjuna, kamu memihak Kurawa. Karena memihak Kurawa, kamu ikut tertawa saat Drupadi ditelanjangi. Wahai Karna, kebenaran macam apa yang kau bela melalui persekutuanmu dengan Kurawa? Ketidakadilan yang kau alami, tidak membebaskanmu dari karma akibat pembelaanmu pada kejahatan. Ketidakadilan adalah satu hal. Responmu adalah tanggung jawabmu. Andaikan setiap ketidakadilan melahirkan dendam kesumat dan pembalasan dengan membangun persekutuan dengan kejahatan, dunia macam apa yang akan kita jumpai ?
3. Kamu mengira Duryodana berbaik hati padamu. Tidak ! Kamu tertipu, Karna. Kamu tidak dapat menilai pemimpin hanya dari satu tindakannya. Kamu harus menilai pemimpin dari karakternya. Kalau Duryodana memang orang baik, mengapa dia hanya menggelimangkan harta kepadamu ? Kenapa dia tidak melakukan hal yang sama pada rakyat Hastinapura? Karna, dia memberimu privilege, kekayaan, kekuasaan, hanya karena dia mengetahui dendammu pada Arjuna, dan bahwa kamulah satu-satunya pemanah yang mampu menandingi Arjuna. Hanya itulah tujuannya. Kebaikannya padamu hanyalah kebaikan palsu untuk memenuhi ambisinya. Dan kamu, Karna, menerima kemewahan itu hanya untuk mendapatkan jalan bagi pemenuhan dendammu. Dan untuk itu kamu rela bersekutu dengan kejahatan.
4. Semakin besar kekuatan dan kekuasaan seseorang, maka semakin besar tanggungjawabnya pada dunia. Perang Bharatayudha ini terjadi bukan hanya karena ketamakan Duryodana dan kelicikan Sangkuni. Tapi adalah kesalahan 3 orang : Kakek Bhisma, Mahaguru Drona, dan kamu sendiri, Karna. Dukungan kalianlah yang menyebabkan kejahatan membesar, merasa kuat dan berani mengobarkan perang melawan kebenaran. Maka Karna, hari ini, disini, terimalah kematianmu.
Empat nasihat Vasudewa Krisna itu, meskipun diuraikan ribuan tahun, masih dan tetap relevan hingga sekarang. Bisa menjadi bahan renungan, karena hal-hal yang menimpa Karna kadangkala juga menimpa kita. Hidup bukan saja tentang bagaimana melihat keluar, tapi lbh kepada memperbaiki sikap di kedalaman diri pribadi.
Salam damai dalam pancaran kasih. Rahayu.
Selasa, 19 Februari 2019
KERASNYA KEPALA DAN BEKUNYA HATI HANYA AKAN BERUJUNG KEHANCURAN
Ribuan Bala tentara bergerak maju bagaikan ombak samudra
saling menerjang silih berganti. Gemerincing suara pedang dan kelewang
bersulingnya anak panah ditingkah jerit lengking anak manusia, seakan ilustrasi
musik kematian yang mengerikan. Itulah perang besar Baratayudha antara Pandawa
dan Kurawa.
Gelanggang perang Kurusetra yang terhampar luas bagaikan
sebuah pentas permainan drama perebutan nyawa. Panggung maut itu tampak
menyeramkan dikelilingi hutan tempat setan dan iblis bercokol turut berpesta
menonton kisah drama kematian. Mereka tertawa riang, mereka merasa senang
melihat darah berceceran daging berkeping-keping pertanda hancurnya peradaban
manusia nyawa tidak berharga.
Demikian perang Barata telah dimulai akibat Duryudana
menolak perdamaian. Tongkat panglima di pihak Kurawa berada di tangan si jago
tua Arya Bisma yang terkenal gagak sakti tiada tanding. Selain Bisma juga Dorna
mantan guru Pandawa ahli menggunakan senjata dan pakar strategi perang,
ditopang aji Chandra Birawanya Salya yang ganas mematikan. Sementara di pihak
Pandawa hanya memiliki seorang Kresna itu pun tak boleh terlibat langsung
secara fisik dalam perang, kecuali memberi petunjuk di saat Pandawa mengalami
kesulitan.
Demikianlah selama sembilan hari komando Kurawa di tangan
Bisma, serangan Pandawa praktis menjadi lumpuh. Tidak sedikit prajurit yang
mati perwira yang perlaya menghadapi amukan Bisma. Siasat gunung segara sulit
ditebus. Masuknya Arjuna dalam peperangan kekuatan agak seimbang, meskipun
untuk memperoleh kemajuan tetap seru.
Melihat perkembangan yang memprihatinkan, Pandawa mengadakan
pertemuan membahas bagaimana mengatasi situasi. Mereka bertanya kepada nasehat
agung Kresna. "Selama komando pihak Kurawa masih di tangan Bisma, Pandawa
tidak akan memperoleh kemajuan apalagi untuk keluar sebagai pemenang. Bisma tak
dapat dikalahkan oleh prajurit laki-laki betapapun saktinya," ujar Kresna.
"Kalau Bisma tak dapat dikalahkan oleh laki-laki, apa
harus sama perempuan?" seloroh Bima seenaknya saking keselnya. "Kau
benar, Dik. Di tangan prajuit wanitalah rahasia kelemahannya," Kresna
membenarkan pendapat Bima. Siapa lagi prajurit wanita kalau bukan Srikandi
istri Arjuna. Demikianlah kesokan harinya dengan didampingi Arjuna, Srikandi
menuju medan laga Kurusetra mengendarai kereta perangnya.
Terkejut Bisma melihat Srikandi menuju ke arahnya. Sementara
di angkasa sukma Dewi Amba yang pernah disakiti hatinya oleh Bisma telah siap
meraga sukma ke tubuh Srikandi, Bisma sadar bahwa lembaran hidupnya akan segera
berakhir. Ia berguman: "Amba aku takkan lari dari sumpahmu. Tapi aku
sebagai prajurit takkan membiarkan kemenanganmu akan mudah diraih,"
tegasnya.
Akhirnya dalam perang itu Bisma roboh setelah sebuah panah
Srikandi menancap didadanya yang kemudian disusul panah Arjuna mendorong panah
Srikandi bagaikan sebuah paku yang dipalu panah itu tembus ke punggung sang
Gangga putra. Tapi karena badannya penuh dengan panah, maka tubuhnya tidak
sampai menyentuh tanah. Ia seolah-olah berkasurkan panah, sedang kepalanya
terkulai.
Seketika perang dihentikan guna menghormat seorang pahlawan
agung yang banyak jasanya pada keturunan Barata. Hari itu Pandawa dan Kurawa
tampak akrab saling bertanya, sejenak mereka melupakan perang.
Bisma tersenyum puas karena telah memenuhi darma baktinya.
Karena kepalanya terkulai ia minta diganjal. Segera Duryudana memerintahkan
mengambil bantal empuk bersarungkan kain sutra. Tapi Bisma menolak katanya:
"Maaf, bantal ini terlalu bagus. Aku ingin bantal yang pantas buat seorang
prajurit." Bisma melirik pada Arjuna. Arjuna mengerti apa yang diminta.
Dengan mata berkaca -kaca Arjuna melepas tiga anak panah ketanah dan kepala
Bisma direbahkan tersangga oleh anak panah itu seraya berkata: "Nah, beginilah
pantasnya bantal seorang prajurit di medan laga. Jangan aku dipindah dari
sini," pintanya. "Oh, aku haus, tolong berikan air," Tanpa pikir
lagi Duryudana segera memerintahkan mengambil arak dan anggur. Pemberian itu
kembali ditolak dan Bisma melirik Arjuna, dilepaskanlah anak panah ke tanah
dibagian sisi kanan Bisma dan keluarlah air jernih memancar dari tanah dan
jatuh persis di mulutnya dan dengan nikmatnya ia minum air itu.
Sesaat kemudian Bisma berkata kepada Duryudana: "Wahai
cucuku Duryudana, kepandaian Arjuna menandingi Dewa. Dalam segala hal ia tampak
lebih menonjol. Karena itu dia bukan tandinganmu. Lebih baik berdamai,
berikanlah sebelah negeri ini kepada Pandawa dan hiduplahj rukun
bersamanya," wejangnya.
"Tidak eyang, perang tak akan berhenti dan sejengkal
tanah pun takkan kuserahkan. Aku yakin kemenangan akan berada di pihak
kami," sergahnya tegas. Begitulah keesokan harinya perang pun dimulai
lagi. Darah kembali ditumpahkan. Ribuan nyawa melayang... demi mengikuti
kerasnya kepala dan bekunya hati sang junjungan.
Untung tak dapat diraih.
Malang tak dapat ditolak. Kurawa hancur-lebur..., luluh-lantak..., sebagai
tumbal kehacuran atas sikap jumawa yg adigang-adigung-adiguna.
Pandawa memperoleh
kemenangan... tanpa sorak-sorai. Kemenangan dalam duka... karena yg kalah dan
terbunuh adalah saudara.
SEKEPING CERMIN PADA MASING-MASING DIRI
Siapa yg pernah belajar TASAWUF tentu mengenal seorang tokoh
besar sufi bernama JALALLUDIN RUMI, yg mengatakan bahwa... "Kebenaran adalah
SELEMBAR CERMIN di tangan Tuhan, yg telah jatuh berkeping-keping. Tiap orang memungut
kepingan itu, lalu menganggap cerminnya adalah kebenaran yg utuh".
Artinya, tiap orang punya " kebenarannya" sendiri-sendiri.
Selama cerminnya masih berupa kepingan, maka tak akan pernah ditemukannya
"kebenaran sejati"..., kebenaran universal..., kebenaran yg meliputi
semua kebenaran..., kebenaran yg tak terbantahkan!
Masalahnya, adakah kebenaran sejati itu? Tentu ada! Dia
adalah kebenaran dari keping-keping kebenaran. Orang yg merasa hanya memegang 1
kepingan, tak akan mengukur orang lain dg bajunya. Intinya, jangan melihat
keluar, lihatlah dirimu sendiri. Jika engkau terluka, dari luka itulah cahaya
akan masuk kedalam.
Seruput dulu
kopinya. Hisap dulu rokoknya.
Jika mau mengakui
bahwa musuh terbesar manusia adalah EGO DAN NAFSU diri sendiri, untuk apa
mencari KEKURANGAN orang lain?
Aku lupa mengucap terimakasihku
pada-Mu seperti saat API membakar KAYU menjadikannya ABU. Sekumpulan AWAN lupa
bersyukur manakala ANGIN meniup dan merubahnya menjadi HUJAN. Aku menjadikan
diriku bermanfaat karena ada TANGAN yg menuntunku menjadi bermanfaat. Bukan diriku
yg bermanfaat, melainkan TANGAN itu.
Seruput lagi kopinya. Hisap lagi rokoknya.
Rahayu.
WAHYU MAKUTARAMA
Para dewa
mengabarkan kepada para insan marcapada, bahwa telah ada MAHKOTA yang diberi
nama Sri Batara Rama. Barangsiapa memiliki mahkota itu, akan menjadi sakti, dan
kelak akan menurunkan raja-raja si Jawa. Karena berkaromah menurunkan
raja-raja, wahyu tersebut kemudian dinamakan
sbg sebagai WAHYU MAKUTARAMA.
Prabu Duryudana
dari Astina mengutus Adipati Karna untuk memperoleh mahkota sekaligus wahyu
tadi. Adipati Karna, dengan diiringi para senapati Kurawa, pergi menemui
Begawan Kesawasidi di pertapaan Kutharunggu, yang diyakininya bahwa sang begawan-lah yg
membawa Wahyu Makutarama.
Kesawasidi mengatakan dia tidak punya
Makutarama. Adipati Karna tidak percaya dan marah, lalu melepaskan panahnya
tanpa berpikir panjang. Beruntung ada Anoman, pendamping Kesawasidi. Panah itu
ditangkap Anoman, kemudian dipersembahkan kepada Kesawasidi. Tapi bukannya
dipuji, Anoman malah ditegur Kesawasid. Karena, tindakan Anoman tsb dapat
dipandang sebagai meragukan kesaktian sang begawan.
Setelah
Karna pergi, datanglah Begawan Wibisana, adik Rahwana, yang sudah berusia
lanjut dan ingin segera meninggalkan dunia, kembali ke alam asal. Begawan
inipun tidak dilayani oleh Kesawasidi, hingga terjadi pertempuran. Kesawasidi
“tiwikrama”, dan sadarlah WIbisana bahwa Kesawasidi adalah titisan Rama, bekas
junjungannya dulu. Kesawasidi memberi petunjuk kepada Begawan Wibisana,
bagaimana cara agar bisa kembali ke alam asal. Wibisana pamit. Hingga kemudian,
dalam perjalanan ke alam asal, ia bertemu sukma Kumbakarna, kakaknya dulu, yang
sedang gelisah. Wibisana menasehati Kumbakarna supaya "menyatu" dengan
Bima, ksatria Pandawa.
Sementara itu,
Arjuna juga berupaya mendapatkan Makutarama. Dia pergi diam-diam dari istananya
dengan menyamar sebagai pendeta. Manakala bersemedi, Arjuna mendapat wangsit untuk
menemui Begawan Kesawasidi.
Arjuna datang
menghadap. Kesawasidi tahu bahwa sudah tiba saatnya memberikan Wahyu Makutarama
kepada orang yang tepat. Diwedarkannya rahasia bahwa Makutarama bukanlah berwujud
benda, tetapi berupa AJARAN LUHUR yang patut dijadikan pedoman dan dilakoni
oleh manusia, terutama yang mengemban tugas sebagai pemimpin. Ajaran luhur ini
dinamakan ASTA BRATA, yang intinya meneladani sifat-sifat alam dalam menapak
jalan kehidupan. Asta Brata ini dulunya diajarkan Rama kepada Wibisana,
sepeninggal Rahwana, sebagai bekal bagi Wibisana menjadi raja Alengka
menggantikan Rahwana.
Sepeninggal Arjuna,
Bima mencarinya. Dalam pencarian itu, ketemu sukma Kumbakarna, yang kemudian
merasuk ke paha kiri Bima. Istri Arjuna, Sumbadra, juga mencari Arjuna.
Sumbadra dibantu Betara Narada, dan berubah rupa menjadi ksatria, yang kemudian
pergi ke Kutharunnggu menantang perang Arjuna.
Dalam perang tanding itu, Kesawasidi datang. dan “badar” lah
semuanya. Kesawasidi kembali ke wujud Kresna, sang ksatria penantang kembali
menjadi Sumbadra.
Arjuna mewarisi wahyu Makutarama berupa ajaran Hasta Brata,
yang kelak diwariskan kepada puteranya, Abimanyu. Anak Abimanyu, Parikesit,
belakangan mewarisi tahta kerajaan Hastina.
INTI AJARAN HASTA
BRATA
Ajaran Hastabrata
pada awalnya merupakan ajaran yang diberikan olah Rama kepada Wibisana. Ajaran
tersebut terdapat dalam Serat Rama Jarwa Macapat, tertuang pada pupuh 27 Pangkur,
jumlah bait 35 buah. Pada dua pupuh sebelumnya diuraikan kekalahan Rahwana dan
kesedihan Wibisana. Disebutkan, perkelahian antara Rahwana melawan Rama sangat
dahsyat. Seluruh kesaktian Rahwana ditumpahkan dalam perkelahian itu, namun
tidak dapat menandingi kesaktian Rama. Ia gugur olah panah Gunawijaya yang
dilepaskan Rama. Melihat kekalahan kakaknya, Wibisana segera bersujud di kaki
jasad kakaknya dan menangis penuh kesedihan.
Rama menghibur
Wibisana dengan memuji keutamaan Rahwana yang dengan gagah berani sebagai
seorang raja yang gugur di medan perang bersama balatentaranya, sebagai seorang
KSATRIA gagah berani . Oleh Rama, Raden Wibisana diangkat menjadi Raja Alengka
menggantikan Rahwana. Rama berpesan agar menjadi raja yang bijaksana mengikuti 8
(delapan) sifat dewa yaitu Indra, Yama, Surya, Bayu, Kuwera, Brama, Candra, dan
Baruna. Itulah yang disebut dengan Hasta Brata.
Prabu Rama menitis
kepada Kresna untuk melestarikan Hsta Brata dan menurunkannya kepada Arjuna.
Setelah itu, Hasta Brata diturunkan oleh Arjuna kepada Abimanyu dan diteruskan
kepada Parikesit yang kemudian menjadi raja, pemimpin bagi rakyatnya.
Hasta Brata adalah
ajaran luhur tentang bagaimana menjadi pemimpin yg baik, pemimpin yg bijaksana.
Hasta Brata mengajarkan bagaimana mengayomi rakyat, mensejahterakan rakyat, dan
bagaimana memberi rasa adil, tenteram dan damai bagi rakyat. Apakah pemimpin Indonesia
nanti layak menerima Wahyu Makutarama dan melaksanakan Hasta Brata dengan
baik...????
Rumput masih bergoyang.
Hembusan angin masih sepoi seperti kemarin....
Namun adakah yg tahu Nusantara diambang
ganjing-ganjing akibat syahwat politik...?
Dan burung-burung
pun masih berkicau....
Menyambut pagi
cerah.... secerah harapan semua anak manusia.
SESAJI RAJASUYA
Setelah penobatan
Puntadewa menjadi raja di Indraprasta, Prabu
Kresna menyarankan agar Prabu Puntadewa mengadakan SESAJI RAJASUYA.
Pelaksanaan Sesaji Rajasuya adalah dengan melepas seekor kuda, yang diikuti
pasukan perang kerajaan, dimana semua wilayah yang dilalui kuda tersebut harus
bergabung.
Prabu Puntadewa,
adalah seorang yang memiliki kharisma sebagai
raja agung, berbudi bawa laksana, adil paramarta. Sang prabu menginginkan Sesaji Rajasuya dengan
damai tidak ada peperangan maupun pertempuran.
Sementara itu nun
di sana..., raja Giribraja, Prabu Jarasanda, berencana akan menyelenggarakan Sesaji
Kala Rodra, yaitu menaklukkan raja 100 negara. Semua raja yang sudah takluk akan di penggal kepalanya untuk
dipersembahkan kepada Batara Kala. Dan
ngomong dingomong..., Prabu Jarasanda telah
berhasil menawan 97 raja. Artinya tinggal mencari 3 raja lagi. Telah
ditetapkan 3 raja itu adalah Prabu Kresna, Prabu Baladewa dan Prabu Puntadewa.
Prabu Puntadewa
justru ingin membebaskan ke 97 raja yang
telah ditawan oleh Prabu Jarasanda. Dan Prabu Kresna juga telah mencermati
keadaan ini. Prabu Kresna teringat, kepada paman Prabu Brehidata, Raja Magada
yang pada waktu itu susah mendapatkan seorang keturunan.
Cerita flashback ke
lahirnya Prabu Jarasanda, yg begitu kejam hendak menumbalkan kepala 100 raja
kepada Betara Kala. Ketika itu...,sebelum Jarasanda menghirup udara dunia,..., tersebutlah
Prabu Brehidata mengasingkan diri dalam hutan, kemudian mencari Resi
Condakosika, seorang resi yang sakti. Ia nyantrik (menjadi pelayan sekaligus
berguru). Prabu Brehidata melayani keperluan resi sehari hari. Resi Condakosika
merasa terharu, dan dan sebagai rasa terima kasih atas pelayanan yang tulus
kepada dirinya, diberikannyalah pada Raja Brehidata, satu BUAH AJAIB. Prabu
Widarba, memiliki dua istri, maka kedua istrinya ingin mendapatkan buah itu.
Mereka berebut tidak ada yang mengalah. Maka oleh Prabu Brehidata, buah ajaib
itu dibelah menjadi dua. Masing masing istri mendapatkan separuh bagian.
Singkat cerita, kedua
istri Prabu Brehidata hamil. Pada saat
yang ditunggu tunggu pun datang.Tapi pada saat melahirkan, alanglah terkejutnya
raja Brehidata dan kedua istrinya, mereka masing masing mendapatkan sebelah
bayi, tubuh 2 jabang bayi yg dilahirkan
oleh2 ibu hanya separuh.
Mereka berkhitiar
untuk mencari orang yang bisa menyempurnakan 2 bayi yang masing2 berbadan sebelah, (jw.sesigar). Prabu
Brehidata kembali memui Resi yang telah memberikan buah ajaib. Sang Resi mempertanyakan, mengapa waktu memintanya,
tidak memberitahukan jumlah istrinya. kalau tahu, resi itu pasti akan
memberikan sebuah lagi. Kemudian Resi
Condacosika bersemadi minta anugerah dewa, kedua bayi yang bentuknya masing
masing sebelah, yang diembannya, ternyata dapat disempurnakan. Kedua bayi itu
kini mejadi seorang bayi yang sempurna, dan diberilah nama JARASANDA, artinya
yang telah dipersatukan
Kembali ke cerita
pokok....
Para Pandawa telah
memutuskan, bahwa mereka akan membebas kan raja raja yang menjadi tawanan Prabu
Jarasanda.. Maka berangkatlah Prabu Puntadewa, Werkudara,Arjuna, Nakula dan
Sadewa disertai Prabu Kresna.Sesampai di Griyabajra, Prabu Jarasanda merasa
senang, ketika melihat Prabu Puntadewa dan Prabu Kresna telah hadir di
Griyabajra.. Dianggapnya mereka telah menyerahkan diri, Para Pandawa tidak
memperdulikan kata katanya. Prabu Puntadewa mengharap kepada raja-raja yang
menjadi tawanan Prabu Jarasanda, agar mau bergabung dengan Pandawa. Prabu
Puntadewa akan menyelenggaraakan SESAJI RAJASUYA. Prabu Jarasanda menjadi marah
mendengar kata kata Prabu Puntadewa yang akan merebut 97 raja dari Kerajaan
Griyabajra. Para raja 97 negara, lebih suka mengikuti Sesaji Rajasuya yang akan
dilaksanakan oleh Prabu Puntadewa.
Prabu Jarasanda menantang Pandawa, agar mereka menyerahkan
Prabu Puntadewa dan Prabu Kresna untuk melengkapi jumlah raja yang akan
dipancung. Werkudara menjadi marah. Terjadilah perkelahian diantara mereka.
Prabu Jarasanda susah dikalahkan. Berkali kali Gada Rujakpala menghantam kepala
Prabu Jarasanda, tetapi bagaikan tak dirasa. Werkudara mundur mendatangi
Kresna. Kresna memberi tahu bahwa matinya Prabu Jarasanda harus disigar kembali
(bagaimana dia berasal, dkembalikan ke asal). Werkudara kembali. Perkelahianpun
terjadi. Werkudara segera menangkap kedua kaki Jarasanda, dan menarik kaki kiri kekiri dan kaki kanan
kekanan sehingga tubuh Jarasanda terbelah menjadi 2 seperti waktu kelahirannya,
dan tewaslah ia.
Setelah kematian Prabu Jarasanda, Para Pandawa bertindak.
Seluruh raja yang diborgol, segera dilepaskan, Kini Para raja 97 negara,
kembali ke negeri masing-masing
Prabu Puntadewa melaksanakan Sesaji Rajasuya. Prabu
Puntadewa memerintahkan Arjuna dan Werkudara dengan pasukan perajurit secukup
nya pergi ke berbagai negara. Usaha
mereka ber hasil, raja raja negeri yang
pernah ditolong Pandawa semua menyanggupi akan hadir ke Istana Indraprasta pada
saat yang telah ditetapkan oleh Prabu Puntadewa.
Pada hari yang telah ditentukan, datanglah tamu raja raja
seratus negara. Prabu Puntadewa beserta keluarga Pandawa dan Prabu Kresna,
telah bersiap menerima kedatangan para
tamu.Demikian pula raja Astina Prabu Suyudana
hadir ke Indraprasta.
Para raja raaja yang diundang sudah berdatangan. Untuk
menyampaikan maksud dan tujuan Prabu Puntadewa mmengundang, maka diserahkannya
kepada Prabu Kresna, Semua mendengarkan apa yang sedang diuraikan oleh Prabu
Kresna. Tanpa diduga sebelumnya, salah satu raja yang hadir, tidak mau kalau
yang memberikan arahan adalah Prabu Kresna. Dia adalah sekutu Prabu Jarasanda,
yaitu Supala. Supala mengajak bersitegang dengan Prabu Kresna.
Flashback lagi....
Supala sebenarnya
masih saudara sepupu Prabu Kresna. Kelahiran Supala waktu masih bayi sudah
menggemparkan dunia. Supala adalah anak Prabu Darmagosa dan ibu Dewi Sutradewa
raja Cedi. Sang Prabu Darmagosa , merasa ngeri melihat bayi yang baru
dilahirkan, tidak normal seperti bayi yang lain. Supala di waktu lahir, ia
memiliki 4 buah tangan dan bermata 3. Kata seorang resi yang sakti, Supala
dapat disempurnakan oleh seseorang titisan Batara Wisnu. Namun Titisan Batara
Wisnu tersebut disamping dapat menyempurnakan bayi Supala, ternyata orang itu
pula menjadi penyebab kematian Supala. Prabu
Darma gosa kemudian mengumpulkan seluruh Keluarga, Sanak saudara, para raja dan
satria negara sekitar. Mereka telah hadir, termasuk juga Narayana
Waktu Narayana mengangkat bayi itu dari kandangnya, tiba
tiba saja 2 tangan dan 1 matanya lenyap begitu saja. Tubuh fisik sang bayi jadi
normal. Prabu Darmogosa senang sekaligus sedih, karena orang yang dapat
membunuh Supala juga yang telah menyempurnakan bayi itu. Sehingga Narayanalah
nantinya yang akan membunuh bayi itu. Narayana yg arif hanya minta agar Supala
jangan sampai menghina dirinya didepan orang banyak yang jumlahnya 100
lebih. Ini Upaya Narayana agar Supala bisa selamat, karena orang tak mungkin
menghina orang di depan orang banyak
apalagi sampai 100 lebih.
Kembali ke cerita
asal....
Prabu Kresna sudah
tidak tahan lagi mendengar ocehan Supala. Berkali kali Prabu Kresna meminta
agar Supala diam, tetapi terus saja Supala menghina Prabu Kresna. Prabu Kresna dalam kemarahannya tanpa
disadarinya mengeluarkan senjata pusaka Cakra keluar tubuh nya dan mengenai
Prabu Supala, tewaslah Prabu Supala. Prabu Kresna terkejut, ketika melihat
Supala terbunuh dengan senjata cakra miliknya. Prabu Kresna minta maaf kepada
para tamunya, karena ini sudah suratan dewata, bahwa Prabu Supala memang harus
mati karena ulahnya.Dengan meninggalnya Supala, maka acara sesaji Rajasuya
dimulai. Para Brahmana yang memimpin upacara sesaji Rajasuya, yang memberi
restu penobatan Puntadewa menjadi Raja Indraprasta Dengan harapan, mudah mudahan didalam
lingkungan kerajaan 100 negara ini menjadikan negara yang kuat, dan rakyat rakyatnya dari keseratus negara ini,
akan menjadi makmur, sejahtera, murah sandang dan pangan. ###
Sahabat...
Diperlukan kesadaran
adanya kesamaan platform, kesamaan program membangun INDONESIA JAYA SEJAHTERA,
bukan semata-mata untuk pembagian kekuasaan. Bergabungnya banyak partai dalam
satu poros patut disyukuri. “Indonesia Tanah Airku, tanah tumpah darahku,
disanalah AKU BERDIRI!”. Tegak, tegap, trengginas, cekatan, siap sedia SENDIKA
DAWUH. Tidak tunduk, merunduk,
malu-maluin, malu melakukan pengingkaran dan pengkhianatan.
EMPAN PAPAN artinya “the right man in the
right place”, tahu menempatkan diri dalam posisi sesuai bidang yang memang
dikuasai. Dan bagi pemilih..., pilihlah THE RIGHT MAN... yg memang menguasai KETATANEGARAAN,
menjunjung tinggi KEMANUSIAAN, untuk
menuju INDONESIA YANG ADIL DAN BERADAB.
Sumangga. Rahayu
SAMIAJI DALAM BLUNDER KEPEMIMPINAN
Dia adalah yang pertama dari Pandawa. Putra Raja Hastinapura
Pandu Dewanata dengan ratu Dewi Kunti, putri kerajaan Mandura. Memiliki nama
kecil Samiaji. Dari anak kecil mendapat hikmah dari ayahnya, Pandu. Sejak kecil
Samiaji mempelajari begitu banyak manuskrip kuno sastra nasional Hastinapura.
Perjalanan batin dan pencarian makna hidup baginya, telah dimulai sejak kecil.
Sementara adik-adiknya lebih tertarik pada sains kanuragan dan menguatkan diri
mereka sendiri sehingga mandraguna yang sakral, Samiaji justru memperdalam ilmu
keunggulan. Pengabdian hanya terbatas pada kesatria rata-rata seorang kesatria.
Keahliannya memanah dan bermain pedang tidak begitu istimewa. Tetapi
pemahamannya akan TOTALITAS KEPASRAHAN sebagai makhluk Pencipta, menjadikan
semua pikiran, ucapan, dan perilakunya sejalan dengan KEHENDAK ALAM.
Samiaji memiliki pusaka
andalan yang disebut KALIMASADA. Sebuah pusaka yang dikatakan sebagai benda tak
berwujud. Berupa pengetahuan nyata yang masuk tidak hanya dalam pikiran, tetapi
juga mencapai jauh ke dalam hati nurani yang terdalam. Ketulusan yang berasal
dari sikap tawadlu pada tingkat pemahaman yang tinggi.
Darah Samiaji
berwarna putih, melambangkan kejujuran dan ketulusan hatinya. Ia sangat sabar, pantang
berbohong, dan tak bisa menolak permintaan orang lain. Berbudi pekerti luhur,
tidak pernah menyimpan dendam. Baginya, MENYIMPAN DENDAM ADALAH PENGHANCURAN
DIRI SENDIRI. Wajib baginya membalas keburukan dengan kebaikan.
Alkisah..., gara-gara
upacara atau sesaji RAJASUYA yang heboh itu, Hastinapura akhirnya tahu bahwa
Pandhawa masih hidup, bahkan berjaya memiliki negara Indraprastha dengan 100
negara jajahan. Duryudana dan para ksatria Hastinapura waktu itu memang
diundang untuk ikut menyaksikan jalannya Sesaji Rajasuya.
Kalau tidak licik,
bukan Sengkuni namanya. Maka, MANUSIA NDERANGUS BUSUK ini mencari sebuah cara untuk menghancurkan
dan mempermalukan Samiaji beserta adik2nya. Dibuatlah sebuah UNDANGAN BERMAIN
DADU. Undangan bermakna POLITIK PENGHANCURAN itupun dikirim ke Indraprasta.
Arya Widura, paman
Pandhawa, memperingatkan Samiaji agar jangan memenuhi undangan itu. Sang paman
sudah mencium akal bulus dan niat licik Sengkuni. Bima dan Arjuna juga tidak
setuju dan mengamini saran Widura. Namun, dasar Samiaji adalah MANUSIA POLOS,
ia tak pernah berprasangka buruk. Ia ngotot harus memenuhi undangan itu.
Alasanya, tak elok menampik undangan dari Raja Hastinapura, Drestarata, yg juga
masih pamannya sendiri, yang seharusnya sudah menjadi pengganti ayah bagi
mereka. Selain itu, ada Paman Bhisma, Widura dan Guru Drona yang pasti tak
tinggal diam bila melihat kejahatan. Hingga akhirnya, seperti biasa, adik-adik
Pandhawa menurut pada kemauan sang kakak.
Pergilah kelima Pandhawa beserta isterinya yang jelita, Drupadi, ke
Hastinapura.
Sampai di
Hastinapura, permainan dadu (saat itu dianggap merupakan permainan para kaum
ksatria) pun digelar. Samiaji bermain melawan Duryudhana yang diwakili oleh Sengkuni.
Awalnya, taruhannya kecil-kecilan, Samiaji
diberi kemenangan. Hatinya pun gembira, hasrat berjudinya semakin besar.
Taruhan pun semakin besar dan besar. Satu demi satu Samiaji harus melepas
miliknya karena menelan kekalahan.
Samiaji telat
menyadari bahwa permainan dadu itu sudah di setting Sengkuni. Mata dadu terbuat
dari tulang-tulang ayah Sangkuni sendiri sehingga menuruti apapun kehendaknya.
Maka, Samiaji sudah terjatuh dalam perangkap dan dia tak bisa keluar lagi. Ia
sudah tak bisa dicegah lagi. Setiap mau berhenti, Sengkuni mengompori, mengejeknya
dan hati Samiaji goyah, kemudian terus bermain. Samiaji tak pernah menyadari
bila ia tengah berhadapan SERIGALA BERBULU DOMBA, ular berbisa yg berniat
membinasakannya.
Maka memang
demikianlah..., orang yg sangat jujur akan mudah dimanfaatkan. Orang yg sangat
jujur akan mudah dijerumuskan. Tapi percayalah..., pada akhirnya KEBENARAN AKAN
MENUNJUKKAN JALANNYA.
Akibat kalah dalam
permainan dadu yg penuh tipu daya dan muslihat licik Sengkuni itu, tahta kerajaan
Samiaji yang dibangun dengan susah payah jatuh ke tangan Duryudhana. Bahkan kemudian,
adiknya satu persatu dipertaruhkan. Nakula, Sadewa, Arjuna, Bhima dan dirinya
sendiri. Byarr, dan semuanya kalah. Tahta hilang, kerajaan berpindah tangan dan
mereka MENJADI BUDAK, kasta yang hina!
Samiaji yang baik
hati, suka menolong, penyabar, tak mendendam dan selalu mengamalkan ajaran
luhur itu pun akhirnya harus merintih, menangis, terpuruk dan menanggung malu yg
demikian dalam. Ia harus menyaksikan kerajaan dan tahtanya musnah, adik-adik
dan dirinya menjadi orang miskin papa, tanpa derajat pangkat.
Sahabat...
Mungkin... tidak
akan pernah ada orang bilang bila dunia politik adalah kumpulan orang-orang
jujur? Dan mungkin pula, tak akan ada yang bilang para politisi itu
"bisa" jujur. Meskipun partai ini-itu selalu berkoar-koar tentang
kejujuran dan keadilan, toh sampai saat ini belum ada satupun politisi yang
benar-benar jujur. Tapi apapun itu..., mudah2an politik menjelang pilpres kali
ini menuju pada kebaikan dan kemaslahatan umat.
Bos BUKALAPAK,
Achmad Zacky, mungkin BERUSAHA JUJUR kepada dirinya sendiri. Dalam tweet-nya ia
menyebut PRESIDEN BARU. Dalam politik, kejujuran berujung pada keberpihakan.
Masalahnya, bukan kemana ia berpihak, tapi yg tersulut adalah ETIKA YANG
TERKOYAK.
Setelah Jokowi
meng-endorse-nya, dimana dia hadir pada perayaan ultah Bukalapak, dimana pula sang
presiden seolah menjadi bintang iklannya. Maka wajar bila sang big bos Bukalapak
disebut telah kehilangan TATAKRAMA, air susu dibalas dengan air tuba.
Jika disana para
cebong tesinggung dan marah...memboikot Bukalapak..., maka di sebelah sana para
kampret bersorak-sorai karena mendapat wadyabala baru, wajah baru yg kuat dan
kaya. Demikianlah politik.
Ya demikianlah.
Rahayu.
SAMIAJI DALAM TEORI KONFLIK DAN PILPRES
Samiaji adalah pewaris sah tahta Kerajaan Hastinapura.
Kurawa yg berjumlah seratus datang ke
istana tanpa tata krama sbg layaknya seseorang yg juga keturunan raja. Mereka
menekan dan meminggirkan peran Samiaji di istana Hastinapura.
Destarastra semakin terlihat
kondisi fisiknya tidak mampu sekedar membawa dirinya duduk di
singgasana. Perannya semakin didominasi oleh sang anak sulung, Duryudana, yang
oleh hasutan pamannya, Sangkuni, secara halus untuk mengambil alih kursi
kekuasaan di negri itu.
Bisma dan Arya Widura
yang semula mengambil posisi membantu Destarastra yang buta dalam memerintah
negeri, justru oleh Duryudana dibuat seperti harimau ompong. Mereka tetap
diberi keistimewaan di istana, tapi kekuasaan dan pengaruhnya perlahan
dibatasi. Arya Widura hanya sekedar sebagai penasihat setelah Sangkuni,
sementara Bisma yang seharusnya menjadi pimpinan tertinggi panglima perang
negri Hastinapura, digeser menjadi hanya sekedar penasihat, sementara panglima
diserahkan kepada anak muda cakap yang kesaktiannya dikagumi Duryudana. Seorang
anak muda bernama Karna, yang kemudian memang tahu berterima kasih dan selalu
berdiri di belakang Duryudana.
Pengaruh Sangkuni terhadap Duryudana ternyata mampu
membuatnya buta hati sehingga bisa memerintahkan muslihat untuk menjebak
saudaranya sendiri di sebuah bale-bale dan membakarnya di saat mereka terlelap.
Kisah ini dikenal sbg BALE SIGALA-GALA.
Beruntung Pandawa dapat selamat dan menyusuri dasar bumi,
hidup di negri Sapta Pratala, jauh di kedalaman perut jagat. Eh...,
beruntung...??? Tentu saja bukan! Disana ada peran amalan kesaktian Samiaji,
yang pada tingkat kepasrahan tinggi, justru hal-hal yang diinginkan bisa
terwujud, sekalipun hal itu merupakan sesuatu yang tak mungkin. Semua terkejut,
ketika beberapa tahun kemudian mereka kembali lagi ke istana Hastinapura!
Dalam sejarah
peradaban manusia, PEREBUTAN KEKUASAAN selalu menjadi kisah menarik.
Lewis Coser, seorang tokoh teori pemahaman konflik,
berpendapat bahwa: masyarakat selalu berada dalam KONDISI KONFLIK. Menurutnya,
suatu struktur sosial yg tampak tenang pun, juga dipenuhi beragam PERGOLAKAN
dan upaya saling jegal guna menggoyahkan dan memperebutkan KEKUASAAN... Hakikat
dari masyarakat adalah PEREBUTAN KEKUASAAN TANPA HENTI...!
Dalam ranah kenegaraan, ranah PILPRES dan segala intriknya, NKRI
tidak akan pecah manakala ADA KOMPROMI antara mereka yg PRO PANCASILA DAN YG
TIDAK, ada komptomi di antara para ulama. Disinilah dibutuhkan SAFETY VALVE
(katup penyelamat) untuk menjadi MEDIATOR atas konflik yg terjadi.
Tapi jika memang harus begitu, maka biarlah menjadi
begitu.... NUSANTARA AKAN JAYA PADA WAKTUNYA. Diawali konflik besar.... SATRIA
PININGIT muncul ke permukaan... Membawa damai dan kesejahteraan. Dan tetaplah
ELING LAN WASPADA...
Salam sejati. Glodok 050220019
KISAH DEWA RUCI DALAM PERSPEKTIF TASAWUF
Berkat permainan super licin, Patih Sangkuni berhasil
membujuk Resi Durna untuk membantu siasat Kurawa, yaitu MELENYAPKAN PANDHAWA!
Sasaran utamanya adalah Raden Wrekudara
alias Arya Bimasena dan Raden Janaka alias Harjuna. Kalau 2 orang ini sudah GAME
OVER, saudaranya yg lain akan mudah dibinasakan. Skala prioritasnya adalah Sang
Bimasena, yang dianggap paling sakti di Pandhawa.
Sang Bima yang saat
itu sudah menyelesaikan sesi latihan ragawinya kemudian diutus sang Guru Resi
Durna untuk mencari TIRTA PRAWITASARI atau air kehidupan, guna menyucikan
bathin sang Bima demi kesempurnaan hidupnya. Air itu harus dicari di hutan
Tibaksara di gunung Reksamuka.
Ketika Bima menghadap
ibunya, Dewi Kunthi, saudara-saudaranya yang lain mengingatkan bahwa kemungkinan
besar ini hanya jebakan Sengkuni. Karena,
HUTAN TIBAKSARA sudah terkenal sebagai
"alas gung liwang liwung, sato mara, sato mati" (hutan raya
tak tertembus, semua makhluk yang masuk pasti mati).
Tapi Bima tetap
teguh pada pendiriannya. Baginya, perintah guru adalah JALAN KEBENARAN. Perintah
Guru tidak mungkin ditolaknya meskipun karena itu dia harus menyerahkan
jiwanya. Melihat ketetapan hati anaknya, sang Ibu akhirnya merestuinya. Dengan
linangan air mata, sang Bima dilepaskan dengan hanya berbekal DOA TULUS seorang
ibu.
Singkat cerita, sang Bima telah berangkat menjalankan tugas dari
gurunya. Seluruh hutan sudah dijelajahinya. Seluruh bukit telah didaki. Seluruh
lembah telah dituruni. Tapi yang dicari tak kunjung ditemui.
Sang Bima tanpa
sengaja membangunkan 2 raksasa penunggu hutan bernama Rukmuka dan Rukmakala
yang lagi enak-enak tidur. Perkelahian segera terjadi dan 2 raksasa itu
terbunuh oleh Sang Bima. Tirta prawitasari tetap tak dapat ditemukan.
Menyadari bahwa
yang dicarinya tidak ada, Sang Bima kembali menghadap sang guru Durna. Sang guru
kaget. Pencarian Tirta Prawitasari adalah MISI BUNUH DIRI bagi sang Bima. Tapi kok
bisa-bisanya sang Bima keluar hidup-hidup dari hutan Tibaksara. Durna yg
sebenarnya berwatak11-12 dg Sengkuni lalu menyuruh Bima untuk melakukan yang
lebih sulit. Tirta Prawitasari harus dicari di kedalaman lautan!
Dasar Bima orang
jujur yg menganggap orang lain juga sejujur dirinya, ia sendika dawuh saja. Tanpa
banyak bertanya, apalagi meragukan perintah sang Guru, Sang Bima langsung
berangkat.
Misi licik sang guru
Durna dilaksanakan tanpa sak wasangka apapun. Setelah mengaduk-aduk seisi
lautan, muncullah seekor naga yang menghalangi jalan Bima. Naga itu pun tak berdaya
menghadapi kesaktian Bima. Tapi yang dicarinya tidak juga ditemukan.
Ditengah kebingungannya, Bima menemukan MAKHLUK
KENYERUPAI DIRINYA dalam ukuran yang lebih kecil, sedang meniti ombak lautan,
mendekati dirinya. Mahluk itu memperkenalkan dirinya sebagai SANG DEWA RUCI, sang suksma sejatinya, diri Bima yang
sebenarnya. Setelah terjadi perbincangan serius, yg hanya bisa dimengerti oleh
sang Bima pribadi, akhirnya Sang Bima masuk ke dalam wadag Sang Dewa Ruci
melalui kuping kirinya, dan mendapat penjelasan lebih lanjut tentang HIDUP
SEJATINYA.
Sahabat....
Untuk mendapatkan
"inti pengetahuan sejati" (Tirta Prawitasari) Sang Bima harus
menempuh ujian fisik dan mental sangat berat. Hutan Tibaksara adalah lambang
TAJAMNYA CIPTA. Seseorang yg telah mencapai tajamnya cipta, akan sangat hati2
dalam bicara, berpikir, dan bertindak. Karena ia bersifat IDU GENI, cetusan dr
pikiran dan ucapannya akan menjadi kenyataan. Maka, jika ada orang yg suka
MOLAK-MOLIK ILAT, isuk dele sore tempe, ia tergolong MASIH JAUH.
Gunung Reksamuka lambang
DALAMNYA PEMAHAMAN. Sang Bimasena tidak akan mampu menuntaskannya tanpa
membunuh raksasa Rukmaka sebagai lambang KEKAYAAN dan Rukmakala lambang
KEMULIAAN . Maka hanya dengan mengendalikan nafsu duniawinya, manusia akan bisa
mencapai tataran rohani tertinggi. Sebaliknya, jika masih terikat dan melekat
dg harta benda, pangkat derajat, dan menginginkan kehormatan, manusia pada
level ini juga MASIH JAUH.
Perjalanan Bima
menyelam ke dasar laut diartikan dengan SAMUDERA
PENGAMPUNAN. Jika masih menyimpan dendam amarah, ingin menjatuhkan orang lain,
manusia ini juga tergolong MASIH JAUH. Membunuh Naga yang mengganggu jalan
adalah simbol MELENYAPKAN KEBURUKAN DIRI SENDIRI. Di dalamnya terkandung tidak
berkeinginan mengumbar aib orang lain. Maka jika ada orang seperti ini, ia juga
tergolong MASIH JAUH.
So..., jika ada yg
merasa MASIH JAUH, bersyukurlah. Artinya, sdh ada kesadaran untuk menjadi
dekat. Tentu saja akan berbalik 180 derajat, jika ada yg masih jauh tidak
menyadari dirinya masih jauh.
Perjalanan tasawuf menukik ke dalam diri sendiri. Dengan kesadaran
sendiri. Tidak bisa dipaksa. Masing-masing orang punya perjalanannya sendiri.
Tidak mungkin sama. Dan tidak mungkin dipaksakan untuk sama.
Rahayu.
JASA SENGKUNI MEMUNCULKAN ORANG-ORANG BAIK
SENGKUNI adalah
titisan dari Bathara Dwapara, dewa perusak, musuh kebenaran. Oleh karena itu
Sengkuni memiliki watak yang jahat. Sengkuni semasa muda memiliki nama asli
Harya Suman. Dalam pewayangan Sunda, ia juga dikenal dengan nama Sangkuning.
Naiknya Sengkuni
atau Harya Suman sebagai PATIH pun melalui jalan curang. Dalam lakon ‘Gandamana
Luweng’ dikisahkan bagaimana Harya Suman menyiapkan jebakan luweng (lubang)
bagi Patih Gandamana, teman seperjuangannya sendiri, saat mereka berperang
melawan Pringgondani. Harya Suman melapor kepada Prabu Pandu Dewanata bahwa
Gandamana, yang terjeblos dalam luweng, tertangkap musuh dan berkhianat. Maka
dari sini bisa dibayangkan betapa JAHAT DAN KEJAM-nya seorang tokoh bernama
Sengkuni ini. Orang baik difitnahnya sbg pengkhianat dan tega menjadikannya sbg
TUMBAL atas syahwat egonya untuk mencapai keinginannya.
Demikianlah...., setelah
Pringgondani berhasil diduduki, Harya Suman melaporkan KABAR PALSU bahwa
Gandamana telah tewas. Maka ia pun
diangkat menjadi patih, menggantikan Gandamana.
Namun takdir
berkehendak lain. Patih Gandamana berhasil diselamatkan oleh prajuritnya yang
masih setia. Gandamana yang marah karena merasa difitnah dan dijebak. Ia punmenghajar
Harya Suman habis-habisan sehingga wajahnya yang tampan berubah menjadi jelek.
Jika Anda tahu Leonardo DiCaprio, kira2 seganteng itulah wajah Harya Suman.
Tapi setelah dihajar dan dicincang wajahnya, ia tak lebih lebih ganteng dari
monyet dibedaki.
Sejak saat itu, Harya
Suman terkenal dengan sebutan Sengkuni. Nama Sengkuni atau Sakuni, berasal dari
kata ‘saka’ (dari) dan ‘uni’ (ucapan). Artinya, ia menderita cacat BURUK RUPA
adalah karena HASIL UCAPAN-nya sendiri. Jadi, Sengkuni melambangkan manusia
yang sifatnya senang memfitnah, menghasut dan mencelakakan orang lain. Atau
lambang orang yang berperangai licik dan kejam.
Ada kabar buruk
tentang tokoh Sengkuni ini. Dia bukan saja hidup dalam cerita wayang saja, tapi
juga hidup di sekitar Anda. Dia bisa berlaku jadi orang baik, tapi kemudian MENIKAM
Anda dr belakang. Kalau di dunia politik pilpres saat ini bagaimana? Tentu saja
dia juga ada. Ibarat kata... "Nggak ada loe, nggak rame!"
Kembali ke topik....
Track record
Sengkuni antara lain... dalam lakon ‘Bale Sigalagala’ atau ‘Pandawa Obong’,
pihak Pandawa dan Dewi Kunti diundang menghadiri pesta dalam bangunan yang
bahannya rawan terbakar. Pihak Kurawa lalu membakar bangunan tersebut. Pandawa
selamat dibopong Bima mengikuti garangan putih. Dalam lakon ‘Pandawa Dadu’,
Pandawa kalah dan harus menyerahkan kerajaan Astina kepada Kurawa. Kedua taktik
ini jelas dahsyat, sebuah tipu muslihat yang ampuh, membuat lawan tidak
berkutik. Dan tak lain merupakan BUAH KELICIKAN dari Sengkuni.
Pada hari terakhir
Baratayuda, Sangkuni bertempur melawan Bima. Kulitnya yg keras dan kebal membuat
Bima sulit mengalahkan Sengkuni. Penasihat Pandawa selain Kresna, yaitu Semar,
muncul memberi tahu Bima bahwa kelemahan Sangkuni berada di bagian DUBUR,
karena bagian tersebut dulunya pasti tidak terkena pengaruh MINYAK TALA, minyak
ajaib yg bisa membuat badan jadi kebal senjata.
Setelah tahu
kelemahan lawan, Bima maju kembali. Sangkuni ditangkap dan disobek duburnya
menggunakan Kuku Pancanaka yang tumbuh di ujung jari Bima. Dubur disobek? Ya!
Jangan bayangkan betapa sakitnya, tapi begitulah seharusnya hukuman bagi tukang
fitnah yg licik dan keji. Ilmu kebal Sengkuni musnah. Dengan beringas, Bima
menyobek dan menguliti Sangkuni tanpa ampun.
Dalam versi lain,
Bima yg pemarah meraih leher Sengkuni, lalu dihimpitnya dengan lengannya kuat
kuat. Leher Sengkuni tercekik. Mulutnya membuka lebar kehabisan napas. Bima
memasukkan kuku Pancanaka kedalam mulut biang
kejahatan itu. Karena Sengkuni tidak meminum minyak tala, maka dengan mudah Bima
merobek-robek mulut Sengkuni, sampai kedalam leher dan menembus ke jantungnya.
Matinya Sengkuni atau Sakuni melambangkan, bahwa orang pandai bicara yang tak
jujur sepantasnya kalau dirobek-robek mulutnya.
Sahabat....
Mungkin kalau ditanya
mendalam, Sengkuni pun tak mau terlahir sebagai tokoh jahat. Namun ia pun harus
menjalani takdirnya. Lewat kejahatan, muncullah kebaikan. Lewat keangkaramurkaan,
muncullah para pahlawan heroik. Memang, putih akan bisa dikatakan benar-benar putih...
saat yg hitam telah tampak.
Rahayu.
BAHASA KALBU
Ada yg aneh dari kebiasaan Mbah Karso Mletho. Bukan segelas
kopi yg dia minta. Kali ini dia minta teh kental pahit. Mungkin ada yg kurang
beres dg pencernaannya.
"Ketika
manusia sdh menemukan jatidirinya, dia akan tahu bahwa tidak ada tataran bahasa
tertinggi kecuali BAHASA KALBU."
Celoteh lelaki tua itu memaksaku menyulut
rokok. Sambil menyedotnya dalam, hasrat muncul ingin tahu lebih lanjut.
"Hanya dengan bahasa kalbu..., orang
akan tahu dan ikut merasakan kesedihan orang lain, tanpa orang lain itu berkata
apa2. Dia akan bahagia saat menerima pancaran kebahagiaan dr orang2 di
sekelilingnya."
"Ah, mosok to, Mbah?" gurauku.
"Lah kepriwe olehe bisa melajari, Mbah?"
"Belajarnya tdk pakai buku, tidak pakai
guru. Hanya bisa dicapai dg LAKU. Belajarnya tiap hari. Ujiannya pun tiap hari.
Ijazahnya diterima SETELAH MATI. Orang yg masih pekok bahasa kalbu, tidak akan
berani menyuarakan apa2 walau tahu ada ketidakadilan di depan matanya. Syahwat
egonya-lah yg membuatnya pekok, mati rasa dan mati kepedulian."
"Sik... sik..., Mbah...,"
potongku. "Belajar koq tanpa buku tanpa guru..., ki piye nalare? Belajar
jadi orang baik pasti ada tuntunannya."
"Menjadi orang baik itu buat apa?"
"Ya tentu saja agar menjadi orang yg
berguna to, Mbah."
"Ketika sdh menjadi orang berguna, lalu
pada akhirnya akan bagaimana?"
"Kalau mati biar masuk surga."
Mbah Karso Mletho tersenyum, lalu nyeruput
teh paitnya. "Surga... jika engkau pelajari dan engkau cari lewat tulisan di
buku, surga itu pun akan kau dapatkan hanya berupa tulisan. Berupa angan2 dan
khayalan. Jika kau mencari surga itu juga hanya dari kata JARENE, maka bisa
jadi surgamu itu juga masih JARENE."
"Lah, terus kepriwe, Mbah?"
"Bahasa pikiran hanya mampu menerima
input berupa sesuatu yg riil, kasat mata. Kalau sesuatu itu tdk riil, inputnya berupa praduga, kira2, kemungkinan,
gek ngono gek ngene. Dan itu bisa salah.
" Mbuh Mbah, pusing."
"Pusing tanda mau mengerti. Jangan
banyak berangan-angan jika tdk ingin kecewa. Jangan banyak berkhayal jika tdk
ingin sakit jiwa."
"Mbuh Mbah, pusing."
"Pusing tanda mau mengerti."
Demikianlah.
Glodok, 14022019, 06.51
Langganan:
Postingan (Atom)