Nenek masih sibuk di dapur. Amin sengaja tak keluar rumah meski pada jam-jam itu biasanya ia pergi bermain. Ada sesuatu yang ingin ia sampaikan.
“Nek…,” katanya saat sang nenek telah selesai mengerjakan tugas hariannya.
“Ya, ada apa, Cucuku?”
“Kemarin ayah Tono beli mobil baru….”
“Emang kenapa? Ayah Tono kan orang kaya, wajar dong kalau dia beli mobil.”
“Ya iyalah Nek, Amin juga tahu. Tapi baru minggu kemarin ayah Tono beli mobil, masak beli mobil lagi?”
“Lho, apa salah kalau orang kaya punya mobil dua? Orang kaya punya mobil sampai sepuluh pun, tak ada yang melarang….”
Berkerenyit hidung amin. Lalu katanya dengan masih dengan nada heran. “Minggu kemarin Amin melihat ayah Dodo menjual sepedanya. Kata Dodo, ayahnya terpaksa menjual sepeda untuk membayar hutang . Tapi tadi, amin melihat Bu Safii marah-marah pada ayah Dodo. Tampaknya ayah Dodo punya hutang pada Bu Safii dan belum bisa membayarnya….”
“Lalu kenapa dengan ceritamu itu, Cucuku?” sambut sang nenek.
“Sepertinya kehidupan ayah Tono dan ayah Dodo sangat bertolak belakang. Si kaya dan si miskin. Dan tampaknya…, yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin.”
Sang nenek tersenyum, “Allah maha kaya. Kamu meyakini itu, Cucuku?”
Amin mengangguk.
“Jika kamu membuat mainan atau apapun yang merupakan buah dari pikiran dan keterampilanmu, tentu kamu menginginkan yang terbaik, bukan?”
“Tentu saja, Nek.”
“Kira-kira seperti itulah perumpamaannya. Allah tidak menghendaki makhluk ciptaannya hidup sengsara. Jadi kalau ada manusia yang hidupnya miskin atau susah, itu sama sekali bukan kehendak Allah.”
“Tapi bagaimana dengan ayah Dodo yang miskin itu, Nek?”
“Allah maha kaya. Kamu tetap meyakini itu kan?”
Amin mengangguk lagi.
“Karena Allah maha kaya, lagi maha pemurah, juga maha pengasih dan penyayang, maka hanya kepada Allah-lah seharusnya manusia meminta.”
“Ayah Dodo sangat rajin beribadah. Dia pasti tahu apa yang Nenek katakan itu,” sahut Amin protes.
“Ada dua tipe manusia beribadah. Pertama, manusia yang ibadahnya hanya berdasar syariat tanpa tahu hakikatnya. Pendek kata, manusia jenis ini hanya menjalankan ibadah tanpa tahu makna beribadah. Jadi, ibadahnya hanya sekadar melepas kewajibannya saja….”
“Yang kedua, Nek?” amin mulai terlihat tak sabaran.
“Kedua, manusia yang beribadah dengan benar. Manusia tipe ini tahu dan paham makna dan tujuan beribadah. Ia mengerti hakikat beribadah. Ibadahnya muncul dan tumbuh dari dalam kalbunya, bukan sekadar melepas kewajiban. Lebih dari itu, ia bisa merasa ibadahnya adalah kebutuhannya. Ia merasa dekat dengan Allah. Dan yang terjadi pun memang demikian…. Allah sangat dekat dengan manusia yang ibadahnya termasuk tipe ini.”
“Lalu karena dekat dengan Allah, maka semua doa terkabulkan. Begitu, Nek?”
“Kurang-lebihnya begitu.”
“Lho kok kurang-lebih, Nek? Berarti belum pasti?”
“Ini bukan masalah pasti atau belum pasti.”
“Maksudnya, Nek?”
“Orang yang ibadahnya benar, kalau ia minta kaya, tidak serta-merta Allah akan memberinya kekayaan…. Allah maha tahu. Allah tahu apa yang terbaik bagi umat-Nya.”
“Jadi kalau ada orang minta kaya, Allah tidak langsung memberi karena Allah tahu orang itu belum saatnya menjadi kaya. Apa kira-kira begitu, Nek?”
“Bisa jadi begitu. Tapi tidak pasti begitu….”
Amin jadi bengong.
“Ini ada hubungannya dengan karma.”
“Apa itu karma, Nek?”
Belum sempat sang nenek menjawab, tiba-tiba pintu diketuk dari luar.
“Oh, itu Bu Wakilah. Nenek ada janji dengannya.” Sambut sang nenek seraya membukakan pintu.
“Nenek belum menjawab pertanyaan Amin….”
“Besok saja, Cucuku. Nenek ada kepentingan dengan Bu Wakilah.”
Akhirnya sang nenek pergi dengan tamunya itu. Tinggal Amin yang masih terlongong-bengong.
Apa rahasia kaya?
By : Susilo Pranowo
(bersambung)
By : Susilo Pranowo
(bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SILAKAN BERKOMENTAR SESUKA HATI. NAMUN APAPUN ITU ADALAH CERMINAN DIRI ANDA.